Entri Populer

Senin, 22 Maret 2010

Hukum Kepariwisataan Memerlukan Perubahan

Hukum penyelenggaraan kepariwisataan memerlukan perubahan dan pemberdayaan. Kondisi hukum saat ini tidak efektif dan potensial, sehingga mengganggu kinerja maupun pelayanan publik dari pelaku kepariwisataan, khususnya sektor birokrat dan industri. Dampaknya berimbas pada penurunan animo wisatawan yang berkunjung ke Indonesia.

Hal itu dipaparkan Drs. Happy Marpaung, S.H. (56) dalam disertasi berjudul "Hukum Kepariwisataan Dalam Paradigma Otonomi Daerah pada Era Globalisasi" pada Sidang Terbuka Pertanggungjawaban Program Pascasarjana Universitas Katolik Parahyangan, Minggu (16/3) dengan promotor Prof.Dr.Lili Rasjidi,S.H., S.Sos., L.L.M. dan Dr. Asep Warlan Yusup,S.H.,M.H.

Pemberdayaan tersebut dilakukan dengan konsep hukum kepariwisataan modern dan dengan landasan teori hukum pembangunan pariwisata. "Juga disertai asas-asas hukum pariwisata modern yang mampu menghadapi kendala dan paradigma lain yang muncul," tuturnya.

Dilakukannya analisis ilmiah terhadap hukum pariwisata, kata Happy, karena pihaknya melihat kasus yang terjadi dalam peristiwa hukum kepariwisataan selama ini memerlukan kebijakan kepariwisataan yang mampu memberikan perlindungan. "Kemudian, kepastian hukum serta manfaat terhadap para pelaku kepariwisataan. Pengaturan dan penegakan hukum kepariwisataan terbit dari dalam kesadaran hukum masyarakat, dan secara akademis dapat pula dikaji serta dikembangkan sebagai muatan kurikulum pada perguruan tinggi."

Hal ini sejalan ketika pemerintah berkeinginan untuk meningkatkan pembangunan kepariwisataan dan merumuskan kebijakan kepariwisataan yang sesuai dengan dinamika sosial kemasyarakatan. "Pariwisata dikembangkan oleh pemerintah sebagai suatu program unggulan dalam pilihan ekonomi realistik untuk dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, segala faktor produksi, usaha kepariwisataan serta pemasaran, diupayakan pemberdayaannya agar mampu mencapai tujuan kepariwisataan itu sendiri," ujar pengajar di NHI dan UPI ini.

Lebih lanjut dikatakan, pemberdayaan ini tidak hanya terjadi dalam faktor ekonomi serta sosial politik. "Namun secara lintas sektoral juga menyangkut faktor hukum sebagaimana karakter yang dikandung oleh produk kepariwisataan yang bersifat multisektoral. Maka, pemberdayaan hukum yang mengatur penyelenggaran kepariwisataan, turut pula diupayakan agar tujuan penyelenggaraan kepariwisataan dilakukan secara tertib dan terencana," ujar Happy Marpaung menambahkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar