Entri Populer

Selasa, 04 Mei 2010

Page 1
PERKEMBANGAN PRAKTEK PENGADILAN MENGENAIKEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA SEBAGAI OBJEKGUGATAN Oleh: Prof Dr Paulus Effendi Lotulung, SH (Ketua Muda Bidang Peradilan Tata Usaha Negara di Mahkamah Agung R.I) Perkembangan praktek peradilan mengenai KTUN sebagai objek gugatan diPengadilan TUN yang dalam beberapa tahun terakhir ini marak digugat, yaitu berupaproduk-produk hukum berupa Surat Keputusan, dimana Pejabat yang menerbitkannyasecara formal berada di luar lingkup Tata Usaha Negara, tetapi substansinya merupakanurusan pemerintahan, misalnya: Surat-surat Keputusan Ketua DPRD mengenai penentuanbakal calon Bupati, Walikota, dan sebagainya, ataupun juga Surat-surat Keputusan KetuaPartai Politik, dan sebagainya. Demikian juga, ada gugatan-gugatan yang objek gugatannya berupa surat-suratKeputusan Pejabat TUN yang diterbitkan atas dasar kewenangannya yang berada di luarurusan pemerintahan (eksekutif), misalnya: dibidang ketatanegaraan, atau berkaitandengan bidang politik. Selain itu ada keputusan-keputusan TUN yang menimbulkan titiksinggung dengan aspek hukum perdata dalam tugas dan fungsi pemerintahan.Bagaimanakah pembagian kompetensi mengadilinya?Kompetensi absolut Peradilan TUN diatur di dalam Pasal 1 Angka (3) UU No. 5Tahun 1986 yang berbunyi:Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkanoleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturanperundang-undangan yang berlaku, yang bersifat Konkret, individual dan finalyang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.Berdasarkan rumusan Pasal 1 Angka (3) di atas dapat dipahami bahwa suatuKTUN adalah produk yang diterbitkan oleh Pejabat TUN (atau Jabatan TUN)berdasarkan wewenang yang ada padanya (atributie) atau diberikan padanya dalambidang urusan pemerintah (delegatie). Selanjutnya apa yang dimaksud dengan “urusanpemerintah”?

Page 2
Penjelasan Pasal 1 Angka (1) menyebutkan bahwa, yang dimaksud dengan“urusan pemerintahan” ialah “kegiatan yang bersifat eksekutif”. Dengan demikian,tidaklah termasuk di dalamnya kegiatan yang bersifat legislatif dan yudikatif (jika bertitiktolak pada teori trias polika Montesquieu dalam ketatanegaraan mengenai pembidangankekuasaan Negara).Salah satu kata kunci yang penting dalam suatu KTUN adalah adanya“wewenang” atau “kewenangan” yang selalu harus ada dan yang menjadi dasar berpijakbagi Pejabat TUN untuk dapat melakukan tindakan-tindakan hukum dan khususnyadalam hal ini adalah menerbitkan keputusan-keputusan TUN sebagai salah satu instrumenyuridis dalam menjalankan pemerintahan. Wewenang dalam menjalankan urusanpemerintahan tersebut dapat dilakukan melalui perbuatan atau tindakan yang bersifat ataumenurut hukum publik, maupun yang bersifat atau menurut hukum privat.Salah satu ciri yang terpenting dalam penerapan wewenang menurut hukumpublik tersebut (terutama dalam menerbitkan Keputusan-keputusan TUN) adalah bahwapenerapan wewenang yang demikian itu membawa akibat atau konsekuensi hukum, yaitulahirnya hak dan kewajiban yang bersifat hukum publik bagi warga masyarakat yangbersangkutan, kewenangan mana dapat dipaksakan secara sepihak (bersifat unilateral).Pada dasarnya wewenang hukum publik dikaitkan selalu pada jabatan publik yangmerupakan organ pemerintahan (bestuurs orgaan) dan menjalankan wewenangnya dalamfungsi pemerintahan, yang dalam segala tindakannya selalu dilakukannya demikepentingan umum atau pelayanan umum (public service). Pada organ pemerintahanyang demikian, melekat pula sifatnya sebagai pejabat umum (openbaar gezag). PasalAngka (2) UU No. 5 Tahun 1986 merumuskan Badan atau Pejabat (jabatan) TUN secarasangat umum, yaitu bahwa:Badan atau Pejabat TUN adalah Badan atau Pejabat yang melaksanakan urusanpemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Rumusan di atas sedemikian luasnya, sehingga Indroharto mengatakan bahwa:“Apa saja dan siapa saja yang berdasarkan perundang-undangan yang berlaku, pada suatusaat melaksanakan suatu urusan pemerintahan, maka menurut undang-undang ini ia dapatdianggap berkedudukan sebagai Badan atau Pejabat TUN”.Berdasarkan pendapat Indroharto tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa yangmenjadi pegangan dan ukuran bukannya kedudukan struktural/organisatoris dari organ

Page 3
atau pejabat yang bersangkutan dalam struktur atau susunan pemerintahan, tetapiditekankan pada fungsinya yang dilaksanakannya pada waktu itu, yaitu fungsipemerintahan. Apabila pada saat itu yang dilaksanakannya adalah urusan pemerintahanberdasarkan perundang-undangan yang memberikan wewenang kepadanya, maka padasaat itu ia termasuk termasuk Pejabat TUN (sekalipun secara struktural/organisatoris iabukan termasuk dalam jajaran pemerintahan/eksekutif) sehingga dapat digugat diPengadilan TUN.Pandangan demikian sejalan pula dengan pendapat Prof. Mr. Nicolai di Nederlandyang dalam uraiannya dalam bukunya Bestuursrecht tentang pengertian “orgaanpemerintah” yang terkandung dalan AWB (Algemen wet Bestuursrecht) mengatakanbahwa pembuat Undang-undang AWB bermaksud melalui kategori yang tercantumdalam Pasal 1 Ayat 1a memperluas pengertian orgaan pemerintah (bestuurs orgaan),sehingga meliputi juga instansi-instansi lain yang sebetulnya secara struktural tidakmasuk dalam kategori orgaan pemerintah, tetapi yang pada saat tertentu menjalankanfungsi pemerintah/eksekutif. Dalam beberapa putusan Pengadilan Tata Usaha Negara di Indonesia dapat dilihatjuga perkembangan ke arah tersebut, dimana pengertian urusan pemerintahan dilihatlebih pada aspek fungsinya, bukan semata-mata pada aspek struktural organisasi atau segiformalmya. Tetapi sekalipun demikian tidak boleh dilupakan bahwa bagaimanapun jugaharus ada peraturan sebagai landasan kewenangan untuk bertindak dalam urusan ataufungsi pemerintahan tersebut, hal mana dinyatakan pada persyaratan “berdasarkanperaturan perundang-undangan yang berlaku” (asas legalitas), sebagaimana yangdimaksud dalam Pasal 1 Angka (2) UU No. 5 Tahun 1986 yang berbunyi:Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara adalah Badan atau Pejabat yangmelaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlakuPermasalah kedua adalah, berkaitan dengan pemisahan antara Hukum TataNegara (HTN) dengan Hukum Tata Usaha Negara (HAN). Walaupun kedua disiplin ilmuhukum tersebut termasuk dalam disiplin ilmu hukum publik tetapi masih selaludipersoalkan. Secara konkrit selalu dipertanyakan adalah apakah misalnya KeputusanPresiden yang diterbitkan dalam kapasitas sebagai Kepala Negara dapat digugat diPengadilan TUN? Pertanyaan tersebut timbul oleh karena dalam berbagai Undang-Undang.

Page 4
undang sering dijumpai rumusan “Presiden sebagai Kepala Negara… dst.” Hal inikemudian menimbulkan pertanyaan lagi seperti, misalnya: dimanakah batasnya antaraKeputusan Presiden selaku Kepala Negara dengan Keputusan Presiden selaku KepalaPemerintahan, yang merupakan Pejabat TUN yang paling tinggi? Dan apakah batastersebut perlu ada serta diperhatikan, untuk menentukan dapat tidaknya menjadi objekgugatan di Pengadilan TUN?Pertanyaan-pertanyaan tersebut muncul oleh karena dalam Pasal 1 Angka (3) UUNo. 5 Tahun 1986 secara tegas dan eksplisit disebutkan bahwa KTUN berisi tindakanTata Usaha Negara (tidak disebutkan “berisi tindakan hukum publik). sebaliknya apabiladi dalam Pasal 1 Ayat (3) Undang-undang AWB di Nederland dirumuskan sebagai“publiek rechttelijke rechhandeling” (tindakan hukum publik).Apabila ditinjau dari sistem hukum kita yang berlaku sekarang, dalam perumusandiberbagai perundang-undangan, kedua kedudukan Presiden tersebut tampak dibedakanyaitu kedudukan sebagai Kepala Negara dan kedudukan sebagai Kepala Pemerintahan(eksekutif atau Tata Usaha Negara), tetapi secara fisik keduanya dilaksanakan olehpribadi yang sama. Sehingga karenanya dibedakan pula antara kapan dan dalam hal apaPresiden bertindak sebagai Kepala Negara di satu pihak, dan sebagai KepalaPemerintahan di lain pihak. Dengan demikian lalu ditinjau kewenangan-kewenanganmana yang diturunkan (derivatif) dari segi hukum ketatanegaraan dan yang dari segihukum ketata-usahanegaraan/hukum administrasi. Hal-hal tersebut harus juga dilihatdalam kasus demi kasus (secara kasuistis).Persoalan Ketiga adalah titik singgung antara hukum privat dan hukum publik.Dalam soal titik singgung antara hukum privat dan hukum publik. Dalam soal titiksinggung antara hukum publik dan hukum privat sebagai instrumen yuridis dalamtindakan-tindakan hukum pemerintahan, hendaknya dipahami dan diingat kembali bahwapenggunaan wewenang pemerintahan oleh organ-organ pemerintah dapat pula didasarkanpada ketentuan-ketentuan hukum privat. Dalam hal ini dikaitkan dengan surat-suratKTUN yang merupakan perbuatan hukum perdata, yang diperkecualikan dari kompetensiatau yurisdiksi Peradilan Tata Usaha Negara seperti yang tertuang dalam Pasal 2 butir (1)UU No. 5 Tahun 1986 jo. Pasal 2 butir (1) UU No. 9 Tahun 2004, yang berbunyi:
Tidak termasuk dalam pengertian Keputusan Tata Usaha Negara menurutUndang-Undang ini:(1) Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan perbuatan hukum perdataJadi tidak cukuplah bahwa organ tersebut secara faktual menjalankan urusanpemerintahan, tetapi harus jelas peraturan perundang-undangan yang mana yangmemberikan kewenangan menjalankan urusan pemerintahan tersebut kepadanya. Hal iniharus lebih diteliti oleh Hakim.Secara kasuistis harus ditinjau dengan cermat, apakah hukum privat ataukahhukum publik yang lebih dominan didalam penggunaan wewenang oleh organpemerintah yang bersangkutan. Sebagai titik tolak masih selalu dipakai ukuran danpegangan bahwa manakala pemerintah melalui organnya bertindak atau melakukantindakan-tindakan hukum yang dapat dilakukan oleh setiap orang berdasarkan ketentuan-ketentuan perdata, atau dikatakan dianggap sebagai bertindak dalam garis yang sejajar(op een lijr) dengan warga masyarakat biasa, maka dalam hal demikian tindakannyabersifat keperdataan. Tapi sebaliknya, apabila tindakan-tindakan hukumnya didasarkanpada kewenangan-kewenangan yang diberikan oleh ketentuan-ketentuan hukum publik,yang menunjukkan adanya kedudukan yang tidak sejajar dan unilateral dalam rangkapelayanan publik (publik service), maka dalam hal demikian menunjukkan adanya sifatpenggunaan hukum publik. Pembedaan criteria tersebut diatas walaupun bersifatdiametral tapi msih sangat relatif dan dalam setiap perkara harus dilihat secara kasuistis,dengan mendalami ciri-ciri prinsipil berbeda antara hukum privat dan hukum publik.Harus dapat dibedakan apakah suatu KTUN yang dihadapi adalah murni bersifat hukumpublik ataukah murni bersifat penggunaan hukum privat sebagai instrumen yuridis,ataukah dapat diterapkan penggunaan “teori melebur” dalam hal penerapan hukum privatsaling memasuki?Bahkan dalam keadaan tertentu, pejabat mempunyai pilihan untuk memakaiinstrumen yuridis hukum publik ataukah hukum privat untuk menjalankankewenangannya. Maka dalam hal demikian hakim diingatkan dan dihadapkan padapenerapan “Teori dua jalan” (twee wegenleer) dimana harus ditentukan melalui instrumen yuridis yang mana dan yang lebih tepat harus dilaksanakan kewenangan yang bersangkutan.

Perkembangan-perkembangan demikianlah yang sekarang ini mulai tampak setelah beropersionalnya Peradilan TUN.

DASAR-DASAR PERADILAN TATA USAHA NEGARA 0leh : YOSRAN, SH. MHum.DASAR HUKUM PEMBENTUKAN PERADILAN TATA USAHA NEGARADalam pasal 24 Undang-Undang Dasar 1945 secara tegas dan jelas disebutkan bahwa :Pada ayat 1. kekuasaan kehakiman dilakukan oleh mahkamah agung dan lain badankehakiman menurut undang-undang.Ayat 2. Susunan dan kekuasaan badan-badan kehakiman diatur dengan undang-undang.Selanjutnya sebagai peraturan pelaksanaan dari pasal 24 UUD 1945 tersebutdiundangkanlah pada waktu itu Undang-undang no. 14 tahun 1970 dimana sekarang initelah dirubah dengan Undang-undang no.4 tahun 2004 tentang pokok-pokok kekuasaankehakiman, dimana dalam pasal 10 ayat 1 dinyatakan bahwa kekuasaan kehakimandilakukan oleh Pengadilan dalam lingkungan :Peradilan UmumPeradilan agamaPeradilan militerPeradilan Tata Usaha NegaraBerdasarkan hal tersebut maka pada tanggal 14 januari 1991 diundangkanlah melaluiperaturan pemerintah yang disebut dengang Undang-Undang no. 5 Tahun 1986 dan untuksekarang ini telah dirubah dan ditambah dengan Undang-undang no. 9 tahun 2004tentang Peradilan Tata Usaha Negara.BEBERAPA KARAKTERISTIK PTUN SEHINGGA MEMBEDAKANNYADENGAN PERADILAN LAIN. 1. Peranan Hakim yang aktif, dalam arti Hakim PTUN dituntut untuk dapatmencari kebenaran materil. 2. Kompensasi ketidakseimbangan, Penggugat diasumsikan sebagai pihak yanglemah dibandingkan tergugat yang memegang kekuasaan publik. 3. Mengarah pada sistim pembuktian bebas terbatas. Dengan dasar pasal 107Undang-Undang n o. 5 tahun 1986. dinyatakan bahwa hakim menentukanapa yang harus dibuktikan. 4. adanya larangan putusan hakim yang ultra petita ( melebihi tuntutan). 5. adanya asas ERGA OMNES yaitu putusan tidak hanya berlaku bagi para pihaktapi juga pihak-pihak lain yang terkait. 6. adanya asas AUDI ALTERAM PARTEM, yaitu mendengarkan penjelasan para pihak.
7. adanya adegium ” POINT D’ INTERECHT POINT D’ ACTION dengan artigugatan akan ada apabila ada kepentingan terlebih dahulu. PROSES BERACARA DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARAPenyelesaian sengketa Tata Usaha Negara dikenal dengan 2 macam cara : 1. Melalui upaya administratif ( pasal 48 dan pasal 51 ayat 3 2. Melalui Gugatan ( pasal 1 angka 5 dan pasal 53 ) Pengertian Upaya administratif adalah penyelesaian sengketa tata usaha negara dalamlingkungan administrasi pemerintahan sendiri.Upaya administratif ini dikenal ada 2 macam : 1. Banding administrasi, dan 2. Keberatan Kedua upaya tersebut diatas haruslah terlebih dahulu melihat kepada aturan dasarnya.Maksud dari Banding Administrasi adalah sengketa tata usaha negara yang terlebihdahulu diselesaikan oleh instansi atasan atau instansi lain.Contoh kasus ; dulu sengketa kepegawaian terlebih dahulu diselesaikan oleh BAPEK (Badan Pertimbangan kepegawaian. Kemudian jika prosedur ini telah ditempuh tapi tidak memuaskan maka gugatan dapatlangsung ditujukan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara bukan lagi ke PTUNMaksud dari keberatan adalah Prosedur penyelesaian oleh pembuat keputusan tata usahanegara itu sendiri.Misalnya sengketa kepegawaian prosedur ini ditempuh langsung kepada atasan yangmengeluarkan sk pemberhentian.BEBERAPA HAL YANG PENTING DAN POKOK DALAM PEMBUATANGUGATAN 1. Tentang Subjek Gugatan, adalah pihak-pihak yang berperkara. Pihak penggugat adalah : Orang atau badan hukum perdata yang merasakepentingannya dirugikan.Pihak tergugat adalah : Badan/pejabat tata usaha negara yang mengeluarkan suratkeputusan. 2. Objek gugatan :
Sesuai bunyi pasal 1 angka 3 Undang-Undang 5 tahun 1986 jo 9/2004 :” Penetapan tertulis yang berisi tindakan hukum tata usaha negara berdasarkanperaturan perundang-undangan, yang bersifat kongkrit, individual dan final yangmenimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.Bedasarkan bunyi pasal tersebut ada 5 kriteria objek Gugatan/ KTUN tsb : 1. adanya penetapan tertulis. 2. berisi tindakan hukum tata usaha negara. 3. berdasarkan peraturan perundang-undangan. 4. bersifat kongkrit,individual, dan final. 5. menimbulkan akibat hukum. Selain yang tersebut diatas dalam pasal 3 ayat 1 ada objek yang berupa Keputusan TataUsaha Negara Fiktif Negatif. ( fiktif karena tidak dalam bentuk tertulis/ diam, dan negatifkarena mengandung makna penolakan.Maksudnya adalah bahwa apabila badan/ pejabat TUN tidak mengeluarkan KTUNsedangkan hal tersebut menjadi kewajibannya, maka hal tersebut disamakan dengan telahmengeluarkan KTUN penolakan, dalam jangka waktu tertentu sebagaimana diatur pasaltersebut.Kemudian dalam pasal 2 Undang-undang no. 9 tahun 2004 juga secara tegas disebutkanyang tidak termasuk dalam KTUN adalah : 1. KTUN yang merupakan perbuatan hukum perdata. Ex. Jual beli, sewamenyewa 2. KTUN yang pengaturannya bersifat umum. Ex. Ttg larangan pkl 3. KTUN yang msh memerlukan persetujuan. Ex. Belum final 4. KTUN yang dikeluarkan berdasarkan KUHP. Ex. Ttg pkr lalu lintas 5. KTUN yang diperiksa oleh badan peradilan lain. 6. KTUN mengenai Tata Usaha TNI-POLRI. 7. KTUN berupa Kept. Panitia pemilihan pusat/daerah mengenai hasil pemilu. Selanjutnya dalam pasal 49 juga disebutkan bahwa PTUN tidak berwenang memeriksaKTUN yang dikeluarkan : a. Dalam waktu perang,bahaya, bencana alam, keadaan luar biasa berdasarkanperaturan perundang-undangan yang berlaku b. Dalam keadaan mendesak untuk kepentingan umum berdasarkan per-UU-anyang berlaku. TENTANG BENTUK GUGATAN. Termuat dalam pasal 56 UU 9/2004 tentang syarat-syarat formal gugatanDikelompokan atas 2 macam syarat-syarat isi gugatan :
1. Syarat formal, yaitu tentang identitas para pihak. 2. syarat materil, yaitu posita/ alasan gugatan dan tuntutan./petitum. TENTANG TENGGANG WAKTU UNTUK MENGAJUKAN GUGATANTermaktub dalam pasal 55 UU no.9 tahun 2004 : yaitu 90 hari sjk diterima atau diketahuiterbitnya SkTUN tersebut. Contohnya : Si A menggugat SK berhenti sbg PNS diterima tgl 1 januari 2007, jadi bataswaktu untuk dapat menggugat SK tsb adalah sampai dengan tanggal 30 maret 2007.Satu persoalan : PROSES PEMERIKSAAN GUGATAN DI PENGADILAN TATA USAHANEGARA.TAHAP-TAHAP YANG HARUS DILALUI :Tahap I. Penelitian administrasi, dilaksanakan oleh panitera dan staffTahap II. Terdiri dari :Proses dismissalApakah ada permohonan schorsingApakah ada permohonan pemeriksaan dengan Cuma-CumaApakah ada permohonan pemeriksaan acara cepat.Menetapkan diperiksa dengan acara biasa.Tahap III. Pemeriksaan persiapan.Tahap IV. Sidang terbuka untuk umum.TAHAP I. PENELITIAN ADMINISTRASIAdalah pemeriksaan gugatan yang telah masuk dan didaftar dengan mendapatkanDan telah menyelesaikan administrasi dengan membayar uang panjar perkara.Dalam penelitian administrasi ini yang perlu diperhatikan adalah : 1. dilakukan oleh petugas yang berwenang yaitu pejabat kepaniteraan 2. adanya cap dan tanggal disudut kiri atas. 3. tidak perlu dibubuhi materai tempel 4. identitas penggugat harus lengkap 5. bentuk dan isi gugatan scr formal disesuaikan dengan pasal 56 TAHAP II. PROSEDUR DISMISSAL
Adalah suatu proses penelitian terhadap gugatan yang masuk yang dilaksanakan olehketua ptun.Adapun alasan-alasan dismissal secara limitatif telah diatur dalam pasal 62 ayat 1 : 1. Pokok gugatan nyata-nyata tidak termasuk dalam wewenang pengadilan. 2. syarat-syarat sebagaimana pasal 56 tidak terpenuhi. 3. gugatan tidak berdasarkan pada alasan yang layak. 4. apa yang dituntut dalam gugatan sebenarnya sudah terpenuhi dalam KTUNtersebut. 5. Gugatan diajukan sebelum waktunya atau telah lewat waktu. TAHAP III. PEMERIKSAAN PERSIAPAN.Bertujuan untuk mematangkan perkara, segala sesuatu yang akan dilakukan diserahkankepada kebijaksanaan ketua majelis, pihak penggugat dipanggil dalam rangka untukmenyempurnakan gugatannya dan pihak tergugat untuk dimintai keterangan seputarterbitnya objek sengketa.Hal-hal yang berkaitan dengan pemeriksaan persiapan. a. adanya tenggang waktu 30 hari untuk perbaikan gugatan bagi penggugat. b. Jika gugatan dianggap sempurna maka tidak perlu diadakan perbaikangugatan. c. Bukti-bukti awal dari penggugat agar sedapat mungkin dilampirkan bersama-sama dengan gugatannya. TAHAP IV. PERSIDANGAN TERBUKA UNTUK UMUM.Dalam pasal 70 ayat 1, persidangan secara formal dipimpin oleh hakim ketua sidang.Adapun tahap-tahap persidangan : 1. Pembacaan surat gugatan. 2. Jawaban tergugat, berisi tangkisan terhadap gugatan penggugat. Terdiri dari 2 bentuk : A. Jawaban eksepsi/tangkisan diluar pokok perkara. Terdiri dari :1. eksepsi tentang kewenangan mengadili, atau dikenal juga denganeksepsi tentang kompetensi absolut. 2. eksepsi tentang kewenangan relatif. 3. eksepsi lain-lain, yaitu selain tentang eksepsi absolut dan relatif.B. Jawaban atas pokok perkara, berisikan sangkalan-sangkalan terhadapdalil-dalil gugatan penggugat. Permasalahan sering timbul oleh karena sering terjadi pihak tergugatmencampuradukan bentuk eksepsi dengan jawaban pokok perkara.
3. tahap replik, jawaban yang dibuat oleh penggugat untuk membantah jawaban tergugat. 4. tahap duplik, jawaban tergugat atas repliknya penggugat. 5. tahap pembuktian, alat-alat bukti yang dapat diajukan oleh para pihak adalah: A. Bukti-bukti surat atau tulisan B. Keterangan ahli C. Keterangan saksi D. Pengakuan pihak-pihak dan E. Pengetahuan hakim. Setelah acara jawab menjawab selesai diakhiri dengan tahap kesimpulan, namunkesimpulan bukanlah merupakan suatu keharusan bagi para pihak.Selanjutnya sampai pada tahap pengambilan sikap majelis, dengan pembacaan putusan.MACAM-MACAM BENTUK PUTUSAN ( dasar pasal 71 ayat 1 ) 1. Gugatan ditolak ; Penggugat tidak dapat membuktikan dalil gugatannya. 2. Gugatan dikabulkan ; Penggugat berhasil membuktikan dalil gugatannya 3. Gugatan tidak diterima ; o karena lewat waktu karena Pengadilan tidak berwenang. Karena syarat formal gugatan tidak dipenuhi. 4. Gugatan gugur ; Penggugat tidak hadir walau telah dipanggil secara patut. UPAYA HUKUM.Dalam arti : bagi pihak yang tidak puas pada putusan PTUN dapat mengajukanpermohonan pemeriksaaan ditingkat Banding yaitu ke PTTUN dalam jangka waktu 14hari kalender sejak putusan dibacakan/diberitahukan secara sah kepada para pihak.Kemudian sama juga halnya dengan permohonan untuk pemeriksaan ditingkat kasasioleh Mahkamah Agung RI dengan batas waktu juga 14 hari.Selanjutnya melalui perubahan UU no 5 tahun 1986 ke Undang-undang no. 9 tahun 2004dalam pasal 45 A (2) telah diberikan batasan untuk perkara yang bisa kasasi melaluiSEMARI no. 6 tahun 2005, Perkara TUN yang objek gugatannya berupa keputusanPejabat daerah yang jangkauan keputusannya berlaku diwilayah daerah yangbersangkutan tidak dapat diajukan kasasi.Kemudian upaya hukum Peninjauan kembali merupakan upaya hukum bagi pihak-pihakyang tidak puas dengan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. Sedangkan untuktenggang waktu mengajukan PK ini adalah 180 hari sejak diketahui kebohongan/tipumuslihat/penemuan bukti-bukti baru.Tambahan : tentang GUGATAN INTERVENSIDasar Hukum : pasal 83 UU No. 5 th 1986 jo. UU No. 9 th 2004.

Gugatan sebagai upaya mempertahankan hak tidak hanya oleh pihak-pihak yang ditujuoleh KTUN tersebut tapi juga orang/badan hukum diluir pihak yang merasakepentingannya dirugikan dengan terbitnya KTUN tersebut juga dapat pula ikut ataudiikut sertakan dalam proses pemeriksaan perkara yang sedang berlangsung.Masuknya pihak ketiga dapat dalam 2 bentuk : 1. Karena permintaan salah satu pihak, 2. atas prakarsa hakim yang memeriksa perkara tersebut. Dalam prakteknya hakim pada tahap pemeriksaan persiapan memanggil pihak ketigayang terkait dengan KTUN yang menjadi objek sengketa dan diberitahukan akan hak-hakuntuk membela kepentingannya.

PRAKTEK HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHANEGARA DASAR HUKUM- UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara;- UU No. 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UU No. 5 Tahun 1986 tentang PeradilanTata Usaha Negara.KEDUDUKAN DAN WEWENANG PTUN- Salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman, sebagai peradilan tersendiri terpisah dariperadilan umum, agama, dan militer, yang berpuncak pada mahkamah agung ri sebagaiperadilan negara tertinggi.- Berwenang mengadili sengketa tata usaha negara antara orangatau badan hukum perdata dengan badan/pejabat tata usaha negara (TUN).SIFAT KHUSUS HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA- Hakim Aktif ( Dominus Litis );- Terdapat tenggang waktu dalam mengajukan gugatan ( 90 hari) sejak diterima ataudiumumkan KTUN;- Ada Proses “Dismissal” oleh Ketua Pengadilan TUN;- Ada Pemeriksaan Persiapan;- Gugatan tidak menunda pelaksanaan keputusan TUN; (Terkait Asas “Persumtion JustaeCausa”)- Asas Pembuktian Bebas dan terbatas ( Vrij Bewijs );- Tidak ada Gugatan Rekonvensi;- Tidak ada Putusan Verstek;- PT. TUN dapat menjadi pengadilan tingkat pertama;- Putusan PTUN bersifat “ERGA OMNES”Maksud dan Tujuan “HUKUM ACARA ( PERATUN )”Hukum Acara memuat cara bagaimana orang harus bertindak di muka pengadilan sertacara bagaimana pengadilan bertindak.PENGERTIAN SENGKETA TUN ( Pasal 1 angka 4 UU No. 5 Thn. 1986 )Sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara (TUN) antara orang atau badanhukum perdata dengan Badan/Pejabat TUN, baik di pusat maupun didaerah, sebagai akibatdikeluarkannya keputusan TUN, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturanperundang-undangan yang berlaku.SUBYEK GUGATAN TUNPENGGUGAT; (Pasal 53 ayat (1) UU No. 9 Thn. 2004)- Orang ,- Badan Hukum Perdata, yaitu setiap badan hukum yang bukan badan hukum publik, dapatberupa perusahaan-perusahaan swasta, organisasi, yayasan maupun perkumpulankemasyarakatan yang dapat diwakili oleh pengurusnya sesuai dengan ketentuan dalamAD/ART-nya;TERGUGAT ; (Pasal 1 angka 3 UU No. 5 Thn. 1986)- Badan / Pejabat TUN yang mengeluarkan keputusan TUN berdasarkan wewenang yangada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya, yang digugat oleh orang atau Badan Hukum perdata.( Pasal 1 angka 6 UU No. 5 Thn. 1986 )- Pejabat di instansi-instansi resmi pemerintah yang berada di bawah presiden selakukepala eksekutif
- Pejabat di instansi-instansi dalam lingkungan kekuasaan negara di luar lingkungan eksekutif yang berdasarkan peraturan perundang-undangan melaksanakan suatu urusanpemerintahan- Pejabat badan-badan hukum perdata yang didirikan oleh pemerintah dengan maksuduntuk melaksanakan tugas-tugas pemerintah- Pejabat instansi-instansi yang merupakan kerja sama antara pihak pemerintah denganpihak swasta yang melaksanakan tugas-tugas pemerintahan- Pejabat lembaga-lembagahukum swasta yang melaksanakan tugas-tugas pemerintahanOBYEK GUGATAN TUNObyek gugatan dalam sengketa TUN adalah Keputusan TUN (Beschikking) yang dikeluarkanoleh Badan/Pejabat TUN.SYARAT KEPUTUSAN TUN YANG DAPAT DIGUGAT ( Pasal 1 angka 3 UU No. 5 Thn. 1986 )- Penetapan Tertulis (bukan lisan);Tidak harus penetapan formal yang memuat konsideran dan diktum. Dapat pula berupaNota Dinas, Surat Perintah, Memo dsb, asal dibuat secara tertulis dan memuat secara jelas“dari siapa”, “kepada siapa” dan “mengenai hal apa”.- Berisi tindakan hukum TUN;- Konkrit atau nyata;- Individual (tertentu);- Final, dapat dilaksanakan tanpa persetujuan lagi;- Menimbulkan akibat hukum.KEPUTUSAN TUN FIKTIF NEGATIF ( Pasal 3 ayat 1 UU No. 5 Tahun 1986 )Sikap diam dari Badan / Pejabat TUN setelah menerima surat permohonan dari orang ataubadan hukum perdata, dimana Badan / Pejabat TUN tidak mengeluarkan sama sekali suatuKeputusan TUN yang dimohonkan tersebut.Sikap diam dari Badan / Pejabat TUN tersebut dianggap telah mengeluarkan suatuKeputusan TUN yang berisi penolakanKEPUTUSAN TUN yang BUKAN OBYEK SENGKETA TUN ( Pasal 2 UU No. 9 Thn 2004 )- Perbuatan hukum perdata;- Pengaturan yang bersifat umum;- Masih memerlukan persetujuan;- Keputusan berdasar KUHP/KUHAP;- Keputusan hasil pemeriksaan badan peradilan;- Keputusan tata usaha militer;- Keputusan KPU/KPUD tentang hasil Pemilu ( Pasal 49 UU No. 5 Thn 1986 )- Dikeluarkan dalam perang, keadaan bahaya dan bencana alam- Dikeluarkan dalam keadaan mendesak untuk kepentingan umumPENGERTIAN GUGATANPermohonan yang berisi tuntutan terhadap badan atau pejabat tata usaha negara agarkeputusan yang diterbitkan dinyatakan batal atau tidak sah.SYARAT GUGATAN SENGKETA TUN ( Pasal 56 UU No. 5 Tahun 1986 )- Nama, WN, tempat tinggal dan pekerjaan Penggugat atau kuasanya;- Nama Jabatan, tempat kedudukan Tergugat;- Dasar gugatan ( POSITA ), dan hal yang diminta untuk diputus oleh PTUN ( PETITUM );- Disertai Keputusan TUN yang digugat.ALASAN GUGATAN TUN (Pasal 53 ayat 2 UU No. 9 Tahun 2004)- Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan (Onwetmatige);- Bertentangan dengan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB) atau (Algemeene Beginselen van Behoorlijk Bestuur ), yaitu :1. Asas Kepastian Hukum;2. Asas Tertib Penyelenggaraan Negara;3. Asas Kepentingan Umum;4. Asas Keterbukaan;5. Asas Proporsionalitas;6. Asas Profesionalitas;7. Asas Akuntabilitas.KUASA HUKUM DALAM BERACARA DI PTUN ( Pasal 57 ayat (1) dan (2) Undang-Undang No. 5Tahun 1986 )YANG DAPAT BERTINDAK SELAKU KUASA HUKUM :- Kuasa PENGGUGAT;Advokat atau “Kuasa Insidentil” yang mendapat ijin denganPenetapan Ketua PTUN ( misalnya : suami/istri, orang dalam hub. Kel. Semenda/sedarah,atau hub. Pekerjaan ).- Kuasa TERGUGAT;Bawahan (Biro atau Bagian Hukum), Jaksa Pengacara Negara atauAdvokat.UPAYA ADMINISTRATIF ( Pasal 48 UU No. 5 Tahun 1986 )KEBERATAN ( Administratief Bezwaar ),kepada Badan / Pejabat TUN yang menerbitkanKTUN-> Digugat ke PTUN;BANDING ADMINISTRATIF ( Administratief Beroep ),kepada atasan / Instansi lain yang lebihtinggi yang mengeluarkan KTUN-> Digugat di PT.TUN;SUMBER WEWENANG BADAN / PEJABAT TATA USAHA NEGARA- Wewenang Atribusi (Berdasar UU)- Wewenang Delegasi (Berdasar Pelimpahan)- Wewenang Mandat (Berdasar Pemberian Kuasa)PUTUSAN AKHIR PTUN ( Pasal 97 ayat (7) UU No. 5 tahun 1986 )- Gugatan ditolak ;- Gugatan dikabulkan ;- Gugatan tidak dapat diterima ( Niet Ontvankelijk Verklaard ) ;- Gugatan Gugur.ISI PUTUSAN GUGATAN DIKABULKAN- Keputusan TUN Batal / Tidak Sah ;- Memerintahkan Keputusan TUN agar dicabut ;- Memerintahkan menerbitkan Keputusan TUN yang baru ;- Ganti Rugi ;- Rehabilitasi.BADAN / PEJABAT TUN YANG TIDAK MELAKSANAKAN PUTUSAN PTUN ( Pasal 116 UU No. 9Thn. 2004 )- PENGENAAN UANG PAKSA ( Dwangsom) ;( Pasal 116 ayat 4 Undang-Undang No. 9 Tahun2004, besarnya ditentukan oleh pertimbangan Majelis Hakim berdasar Asas Kepatutan )- SANKSI ADMINISTRATIF;- DIUMUMKAN DI MEDIA MASSA ;UPAYA HUKUM- BANDING KE PT.TUN ( Pasal 122-130 Undang-Undang No. 9 Tahun 2004 )
- KASASI KE MAHKAMAH AGUNG ( Pasal 131 Undang-Undang No. 9 Tahun 2004 )- PENINJAUAN KEMBALI KE MAHKAMAH AGUNG ( Pasal 132 Undang-Undang No. No. 5 Tahun1986 jo Pasal 66-76 Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar