Entri Populer

Selasa, 14 April 2009

contoh tugas Hukum islam

SOAL

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan pengertian syariat dalam arti luas dan sempit !
b. Pengertian Syariat yang mana yang diikuti dalam kuliah hukum islam ?
2. Apa yang dimaksud dengan Fiqih ,Ilmu Fiqih ,Faqih dan Fuqaha ?
b. Jelaskan perbedaan antara Syariat dengan Fiqih ?
3. Bagaimana perbedaan antara kaedah bidang ibadah dan bidang Muamallah berdasarkan Fiqih, dilihat dari dalilnya pokok dan dasar pengaturan dan sifat aturan ?
4. Apa perbedaan Syariat dengan Hukum ?
5. Ada 2 macam akhlak dalam buku ajaran islam ! Jelaskan masing masing !
6. Bagaimana hubungan Alquran ,Hadis dan Sunnah Rasul ?
7. Apa itu Ijtihad ? Dan apa landasan pembenarnya untuk berijtihad ?
8. Jelaskan Metode metode ijtihad dengan contohnya ?
9. Apakah berijtihad itu menurut pandangan Ahli hukum Islam pada masa kini dapat dibenarkan ?

JAWABAN
1. Dalam arti luas Syariat adalah Norma hukum dasar yang ditetapkan Allah ,yang wajib diikuti oleh orang islam berdasarkan iman yang berkaitan dengan akhlak ,baik dalam hubungannya dengan Allah maupun dengan sesama manusia dan benda dalam masyarakat .Sedangkan dalam arti sempit ,Syariat itu adalah jalan ke sumber (mata) air yakni jalan lurus yang harus diikuti oleh setiap Muslim.
b. Yang diikuti adalah Syariat dalam arti luas .
2a. Pengertian Fiqih menurut bahasa yaitu faham terhadap tujuan seorang dan pembicaranya, menurut Istilah yaitu mengetahui hukum syari’at yang mengenai perbuatan dengan mengetahui dalil-dalilnya yang terperinci.
Ilmu Fiqih yaitu ilmu yang menghimpun hukum-hukum yang berhubungan dengan cara mengadakan perbuatan (disebut dengan hukum cabang dan amalan baik yang menyangkut ibadat maupun mu’amalat).
Faqih yaitu orang-orang yang ahli dalam ilmu fiqih dan Fuqaha merupakan bentuk jamak daripada Faqih.
2b. perbedaan antara syari’at dengan Fiqih di lihat dari sumbernya yaitu:
syari’at: Wahyu dari Tuhan dan sunnah nabi yang terdapat dalam Qur’an dan Sunnah Nabi.
Fiqih : Pemahaman dari manusia tentang syari’at yang telah memenuhi syari’at.
Di lihat dari sifatnya yaitu:
Syari’at: Bersifat fundamental dan lebih luas ruang lingkupnya.
Fiqih : Bersifat instrumental dan terbatas ruang lingkupnya yaitu hanya menyangkut perbuatan manusia khususnya perbuatan hukum.
Di lihat dari Nilai-nilai yaitu:
Syari’at : Ciptaan Tuhan dan ketentuan –ketentuan dari Rasul oleh karena itu ketentuannya selalu bersifat abadi.
Fiqih : Karya manusia yang ketentuan-ketentuannya tidak berlaku abadi.
3. Perbedaan kaidah bidang ibadah dengan muamalat antara lain yaitu:
Di lihat dari kaidah asal (dalil/asas):
Ibadah adalah berisi tentang larangan / haram.
Muamalat adalah berisi berisi tentang Kebolehan / Jaiz.
Di lihat dari Pokok dan dasar pengaturan:
Ibadah adalah berdasarkan kaidah asal,pokok dan dasar pengaturan: taat / patuh artinya mengikuti apa yang di perintahkan oleh ALLAH sebagaimana yang terdapat dalam Alqur’an dan Sunnah.
Muamalat adalah berdasarkan kaidah asal dan dasar pengaturannya: semua perbuatan yang termasuk kedalam kategori mu’amalat boleh saja di lakukan kecuali kalau tentang perbuatan.
4. Perbedaan antara syari’at dengan hukum yaitu:
Di lihat dari sumbernya:
Syari’at yaitu bersumber dari wahyu Tuhan, sedangkan Hukum yaitu bersumber dari rasio manusia.
Di lihat dari obyeknya:
Syari’at yaitu peraturan-peraturan lahir mengenai hubungan sesama manusia dengan benda dan dengan Tuhan, sedangkan hukum yaitu meliputi hubungan manusia dengan manusia dan hubungan manusia dengan benda saja.
Di lihat dari sanksinya:
Syari’at yaitu berlaku baik di dunia maupun di akhirat, sedangkan hukum yaitu hanya bersifat keduniawian saja.
5. Ahlak (khalik) terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang di sebut juga dengan tassawuf: mengajarkan tentang sikap manusia terhadap Allah sebagai pencipta, pemelihara dan penguasa alam semesta.
Ahlak terhadap sesama mahluk baik sesama manusia dan bukan manusia yang ada di sekitar lingkungan hidup kita.
6. Hubungan Alqur’an dengan Sunnah Rasul yaitu: Menurut golongan Ahlul Sunnah Waljamaah, yakni golongan terbesar umat islam, yang umumnya terdiri dari empat mazhab, yakni Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali. menyatakan bahwa qur’an sebagai sumber syari’at yang pertama dan sunnah merupakan sumber syari’at yang kedua, jadi Sunnah merupakan pelengkap dari pada Qur’an. Alasan pendapat ini yaitu:
a. Qur’an sudah dipastikan (maqtu) dari Allah,baik secara garis besarnya (ijmal/umum) maupun secara garis kecilnya (tafsili/terperinci), Sunnah hanya di dugakan (mazhnun) saja dari Rasulullah. Kepastian bahwa hadits itu perkataan Rasul,memang ada, tetapi secara ijmali dan bukan secara tafsili. Karena itu apa yang sudah dipastikan, lebih didahulukan daripada apa yang di dugakan/yang di kirakan.
b. Maksud Sunnah sudah terkandung dalam Qur’an. Sunnah ada kalanya menjelaskan apa yang masih kurang jelas dalam Qur’an.
7. Ijtihad merupakan dasar dan sarana pengembangan hukum islam dengan mempergunakan akal pikiran (ra’yu), Ijtihad adalah usaha atau iktihar yang sungguh-sungguh dengan mempergunakan segenap kemampuan yang ada dilakukan oleh orang (ahli hukum) yang memenuhi syarat, untuk mendapatkan garis hukum yang belum jelas atau tidak ada ketentuannya di dalam Alqur’an dan Sunnah Rasulullah, dengan berdasarkan pada Qur’an dan Sunnah.



8. Metode-metode berijtihad antara lain yaitu:
a. Ijma adalah kebulatan pendapat antara semua ahli ijtihad pada suatu masa atas suatu hukum syara’ dari suatu peristiwa tertentu dalam masyarakat. contoh: untuk di Indonesia Ijma mengenai kebolehan beristri lebih dari seorang berdasarkan surat An Nisa (surat 4) ayat 3 adalah dengan syarat-syarat tertentu, yaitu selain dari kewajiban-kewajiban berlaku adil yang di sebut dalam ayat tersebut, dituangkan dalam UU perkawinan.
b. Qiyas dapat disamakan dengan analogi, yaitu menetapkan hukum atas suatu peristiwa / kasus baru, sesuai dengan hukum yang telah ditetapkan Qur’an dan Sunnah Nabi. contoh: larangan meminum khamar (sejenis minuman yang memabukkan yang dibuat dari buah-buahan), yang terdapat dalam Alqur’an Surat Al-Maidah (surat 5) ayat 90.
c. Istidlal adalah menarik kesimpulan dari dua hal yang berlainan. contoh: menarik kesimpulan dari adat istiadat dan hukum agama yang di wahyukan sebelum Islam.
d. Istihsan adalah cara menentukan hukum dengan jalan menyimpang dari ketentuan yang ada demi keadilan dan kepentingan sosial. contoh: pencabutan hak milik seseorang, hak atas tanah untuk pelebaran jalan, pembuatan irigasi untuk mengairi sawah-sawah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial.
e. Istishab adalah menetapkan hukum sesuatu hal yang menurut keadaan yang terjadi sebelumnya sampai ada dalil yang mengubahnya atau melangsungkan berlakunya hukum yang telah ada karena belum ada ketentuan lain yang membatalkannya. contoh: A mengadakan perjanjian hutang-piutang dengan B. Menurut A hutangnya telah di bayar kembali tanpa menunjukkan bukti atau saksi. Dalam kasus ini berdasarkan istishab dapat ditetapkan bahwa A masih belum membayar hutangnya dan perjanjian itu masih tetap berlaku selama belum ada bukti yang menyatakan bahwa perjanjian hutang piutang tersebut telah berakhir.
f. Marsalih al-Mursalah (Muslahat mursalah) adalah cara menemukan hukum sesuatu hal yang tidak terdapat ketentuannya baik didalam al Qur’an maupun dalam kitab-kitab Hadits,berdasarkan pertimbangan kemasalathan (kebaikan) masyarakat atau kepentingan umum. contoh: Pembenaran pemungutan pajak penghasilan untuk kemaslahatan atau kepentingan masyarakat dalam rangka pemerataan pendapatan atau pengumpulan dana yang diperlukan untuk memelihara kepentingan umum, yang sama sekali tidak di singgung di dalam al Qur’an dan Sunnah Rassul.
g. Urf (adat istiadat) di bidang muamalah (kehidupan sosial) sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan al-Qur’an dan Sunnah Nabi, menurut kaidah hukum islam di nyatakan ”dapat dikukuhkan menjadi hukum”. Hukum adat yang demikian dapat berlaku bagi umat Islam. contoh: kebiasaan yang berlaku di dunia perdagangan pada masyarakat tertentu melalui inden misalnya, jual beli buah-buahan di pohon yang di petik sendiri oleh pembelinya.
9. Dapat .Alasannya pendapat pemikir islam terkemuka yakni Muhammad Iqbal pendorong berdirinya Islam Pakistan yang menyebut ijtihad sebagai The Principele of Movement dalam Struktur agama Islam .karena dengan ijtihad dari masa ke masa maka hukum Islam dapat dikembangkan

Hukum keuangan negara

1. PENGERTIAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA (APBN)
Pasal 1 Ayat 7 UU No. 17 Tahun 2003 tentang KEUANGAN NEGARA menyatakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, selanjutnya disebut APBN, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

2. FUNGSI APBN
Pasal 3 ayat 4 UU No. 17 Tahun 2003 tentang Fungsi APBN
a. Fungsi otorisasi mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan.
b. Fungsi perencanaan mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
c. Fungsi pengawasan mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan negara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
d. Fungsi alokasi mengandung arti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian.
e. Fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
f. Fungsi stabilisasi mengandung arti bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian




3. AZAS-AZAS UMUM APBN
UU No. 17 Tahun 2003 tentang KEUANGAN NEGARA
Dalam rangka mendukung terwujudnya good governance dalam penyelenggaraan negara, pengelolaan keuangan negara perlu diselenggarakan secara profesional, terbuka, dan bertanggung jawab sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar. Sesuai dengan amanat Pasal 23C Undang-Undang Dasar 1945, Undang-undang tentang Keuangan Negara perlu menjabarkan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar tersebut ke dalam asas-asas umum yang meliputi baik asas-asas yang telah lama dikenal dalam pengelolaan keuangan negara, seperti asas tahunan, asas universalitas, asas kesatuan, dan asas spesialitas maupun asas-asas baru sebagai pencerminan best practices (penerapan kaidah-kaidah yang baik) dalam pengelolaan keuangan negara, antara lain :
• akuntabilitas berorientasi pada hasil;
• profesionalitas;
• proporsionalitas;
• keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara;
• pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri.
Asas-asas umum tersebut diperlukan pula guna menjamin terselenggaranya prinsip-prinsip pemerintahan daerah sebagaimana yang telah dirumuskan dalam Bab VI Undang-Undang Dasar 1945. Dengan dianutnya asas-asas umum tersebut di dalam Undang-undang tentang Keuangan Negara, pelaksanaan Undang-undang ini selain menjadi acuan dalam reformasi manajemen keuangan negara, sekaligus dimaksudkan untuk memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Negara Kesatuan Republik Indonesia.


4. TAHUN ANGGARAN DAN ISI TAHUN ANGGARAN
Tahun anggaran dijelaskan pada Pasal 4 UU No. 17 Tahun 2003 tentang KEUANGAN NEGARA dan Pasal 11 UU No. 1 Tahun 2004 tentang PERBENDAHARAAN NEGARA, dimana disebutkan bahwa :
“Tahun Anggaran meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember”.
Isi Tahun Anggaran dijelaskan pada Pasal 12 ayat 1 UU No. 1 Tahun 2004 tentang PERBENDAHARAAN NEGARA, yaitu :
“APBN dalam satu tahun anggaran meliputi :
a. Hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih
b. Kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih
c. Penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya”.

5. SUSUNAN DAN KLASIFIKASI ANGGARAN
Berdasarkan pada Pasal 11 ayat 2 UU No. 1 Tahun 2004 tentang PERBENDAHARAAN NEGARA, disebutkan bahwa :
“APBN terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja dan pembiayaan” sehingga susunan dan klasifikasi anggaran yaitu :
1. Anggaran Pendapatan Negara terdiri atas penerimaan pajak, penerimaan bukan pajak dan hibah
2. Anggaran Belanja Negara terdiri atas anggaran belanja rutin dan anggaran belanja pembangunan

ALAT BUKTI PADA HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA

ALAT BUKTI PADA HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA
I. PENDAHULUAN
Dalam suatu proses beracara di pengadilan, salah satu tugas hakim adalah untuk menetapkan hubungan hukum yang sebenarnya antara pihak yang berperkara. Hubungan hukum inilah yang harus dibutktikan kebenarannya di depan sidang pengadilan. Pada prinsipnya, yang harus dibuktikan adalah semua peristiwa serta hak yang dikemukakan oleh salah satu pihak yang kebenarannya di bantah oleh pihak lain. Pihak penggugat diberikan kesempatan terlebih dahulu untuk membuktikan kebenaran dalil gugatannya. Setelah itu, pihak tergugat diberikan kesempatan untuk membuktikan kebenaran dalil sangkalannya.
Untuk membuktikan dalil-dalil yang dikemukakan oleh para pihak yang bersengketa diperlukan alat bukti. Alat bukti apa saja yang harus dibuktikan? Untuk selanjutnya akan dibahas pada pembahasan di bawah ini.
II. PEMBAHASAN
A. Jenis-jenis Alat Bukti
Dalam Peradilan Tata Usaha Negara di kenal 5 macam alat bukti, yaitu :
• Surat atau tulisan
• Keterangan ahli
• Keterangan saksi
• Pengakuan para pihak
• Pengetahuan hakim
1) Surat atau tulisan
a. Pengertian
Menurut Dr. Sudikno Mertokusumo, SH, berpendapat bahwa alat bukti surat atau tulisan adalah : “segala sesuatu yang memuat tanda-tanda bacaan yang dimaksudkan untuk mencurahkan isi hati atau menyampaikan buah pikiran seseorang dan dipergunakan sebagai pembuktian”.
b. Macam-macam alat bukti surat
Þ Surat sebagai alat bukti tertulis dibedakan menjadi dua, yaitu:
- Akta, adalah surat yang diberi tanda tangan, yang memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar suatu hak atau perikatan, yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian
- Bukan akta
Þ Sedangkan akta itu sendiri ada dua macam, yaitu :
- Akta otentik
- Akta dibawah tangan
Þ Sedangkan menurut UU No.5 / 1986 pasal 101 bahwa surat sebagai alat bukti terdiri atas tiga jenis, yaitu :
(1) Akta otentik, yaitu surat yang dibuat oleh atau dihadapan seorang pejabat umum, yang menurut peraturan perundang-undangan berwenang membuat surat ini dengan maksud untuk dipergunakan sebagai alat bukti tentang peristiwa hukum yang tercantum di dalamnya
(2) Akta dibawah tangan, yaitu surat yang dibuat dan ditanda tangani oleh pihak-pihak yang bersangkutan dengan maksud untuk dapat dijadikan sebagai alat bukti tentang peristiwa atau peristiwa hukum yang tercantum di dalamnya
(3) Surat-surat lain yang bukan akta.
Akta otentik ada dua macam, yaitu :
a. Akta yang dibuat oleh pejabat (Ambtelijk Akten)
b. Akta yang dibuat dihadapan pejabat (Partij Akten)
Perbedaan antara Ambtelijk Akten dan Partij Akten
No. Aspek / unsur Ambtelijk Akten Partij Akten
1 Inisiatif dari Pejabat yang bersang-kutan karena jabatannya Para pihak karena kepentingannya
2 Isi akta Ditentukan oleh pejabat yang bersangkutan ber-dasarkan UU Ditentukan oleh para pihak
3 Ditanda tangani oleh Pejabat itu sendiri tanpa pihak lain Para pihak dan pejabat yang bersangkutan serta saksi-saksi
4 Kekuatan bukti Tidak dapat digugat kecuali dinyatakan palsu Dapat digugat dengan pembuktian sebaliknya
Bila mana salah satu pihak yang bersengketa membantah keaslian alat bukti surat yang diajukan oleh pihak lawan, maka hakim dapat melakukan pemeriksaan terhadap bantahan itu dan kemudian mempertimbangkan dalam putusan akhir mengenai nilai pembuktiannya. Apabila dalam pemeriksaan persidangan ternyata ada alat bukti tertulis tersebut ada pada badan atau pejabat TUN, maka hakim dapat memerintahkan badan atau pejabat TUN tersebut untuk segera menyediakan alat bukti tersebut. Masing-masing alat bukti yang berupa surat atau tulisan itu mempunyai bobot kekuatan pembuktian sendiri-sendiri dan hakim yang akan menentukan bobot atau nilai pembuktian tersebut.
Pada prinsipnya, kekuatan bukti suatu alat bukti surat terletak pada akta aslinya. Tindasan, foto copy, dan salinan akta yang aslinya masih ada, hanya dapat dipercaya apabila tindasan, foto copy dan salinan itu sesuai dengan aslinya. Dalam hubungan ini, hakim dapat memerintahkan kepada para pihak agar memperlihatkan aslinya sebagai bahan perbandingan, tetapi apabila lawan mengakui atau tidak membantahnya maka tindasan, foto copy, dan salinan akta tersebut mempunyai kekuatan pembukti seperti yang asli.
2) Keterangan ahli
Di dalam UU No.5/1986 pasal 102, dijelaskan bahwa : keterangan ahli adalah pendapat orang yang diberikan di bawah sumpah dalam persidangan tentang hal yang ia ketahui menurut pengalaman dan pengetahuannya.
Kehadiran seorang ahli di persidangan adalah atas permintaan kedua belah pihak atau salah satu pihak atau karena jabatannya. Hakim ketua sidang dapat menunjuk seseorang atau beberapa orang ahli untuk memberikan keterangan baik dengan surat maupun tulisan, yang dikuatkan dengan sumpah atau janji menurut kebenaran sepanjang pengetahuan dan pengalamannya (pasal 103 UPTUN). Keterangan ahli diperlukan untuk menambah keyakinan hakim mengenai suatu persoalan di bidang tertentu, yang memang hanya bisa dijelaskan oleh ahli di bidang yang bersangkutan, umpamanya ahli di bidang perbankan, ahli di bidang komputer, ahl balistik dan lain-lain. Dalam hal ini keterangan juru taksir dapat digolongkan sebagai keterangan ahli. Tetapi mereka yang tidak dapat didengar sebagai saksi (pasal 88 UPTUN) dalam perkara itu, juga tidak dapat diangkat sebagai ahli.
3) Keterangan saksi
Saksi adalah orang yang memberikan keterangan di muka sidang, dengan memenuhi syarat-syarat tertentu, tentang suatu peristiwa atau keadaan yang ia lihat, dengan dan ia alami sendiri, sebagai bukti terjadinya peristiwa atau keadaan tersebut.
Setiap orang pada prinsipnya wajib untuk memberikan kesaksian apabila dibutuhkan oleh pengadilan, tetapi tidak semua orang dapat menjadi saksi. Ada beberapa saksi yang dilarang atau tidak diperbolehkan di dengar keterangannya sebagai saksi sebagaimana di atur dalam pasal 88 UPTUN sebagai berikut :
a. Keluarga sedarah atau semenda menurut garus keturunan lurus ke atas atau ke bawah sampai derajat ke dua dari salah satu pihak yang bersengketa
b. Istri atau suami salah satu pihak yang bersangkutan meskipun sudah bercerai
c. Anak yang belum berusia tujuh belas tahun
d. Orang sakit ingatan.
Ada beberapa orang yang meskipun berhak menjadi saksi tetapi berhak pula mengundurkan diri sebagai saksi (pasal 89 UPTUN), yaitu :
a. Saudara laki-laki dan perempuan, ipar laki-laki dan perempuan salah satu pihak
b. Setiap orang yang karena martabat, pekerjaan atau jabatannya diwajibkan merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan hal itu.
Adakalanya, orang yang dijadikan saksi itu tidak mengerti bahasa Indonesia, hakim dapat menunjuk seseorang yang akan bertindak sebagai penerjemah dan sebelum melaksanakan tugasnya ia harus di sumpah terlebih dahulu. Dan apabila seorang saksi dalam keadaan bisu-tuli dan tidak dapat menulis, maka demi kepentingan pemeriksaan, hakim menunjuk seorang yang sudah biasa bergaul dengan saksi sebagai juru bahasa. Sebelum melaksanakan tugasnya, ia wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut agama dan kepecayaannya. Sedangkan apabila yang di panggil sebagai saksi adalah pejabat TUN, maka pejabat tersebut tidak boleh mewakilkan kepada orang lain, ia wajib datang sendiri di persidangan.
Sehubungan dengan uraian di atas, terdapat perbedaan antara keterangan saksi dengan keterangan ahli. Perbedaan itu diantaranya, adalah :
Keterangan saksi
1. Seorang (beberapa) saksi di panggil kemuka pengadilan untuk mengemukakan keterangan tentang hal-hal yang ia lihat, di dengar, atau dialami sendiri
2. Keterangan saksi harus lisan, bila tertulis maka jadi alat bukti tertulis
3. Kedudukan saksi tidak boleh diganti dengan saksi lain kecuali sama-sama melihat, mendengar dan menyaksikan peritiwa itu
Keterangan ahli
1. Seorang (beberapa) saksi ahli dipanggil kemuka pengadilan untuk mengemukakan keterangan berdasarkan keahliannya terhadap suatu peristiwa
2. Keterangan saksi atau ahli bisa secara lisan ataupun tertulis
3. Kedudukan seorang ahli dapat diganti dengan ahli yang lain yang sesuai dengan keahliannya.
4) Pengakuan para pihak
“Pengakuan adalah keterangan sepihak dari salah satu pihak dalam suatu perkara, dimana ia mengakui apa yang dikemukakan oleh pihak lawan atau sebagian dari apa yang dikemukakan oleh pihak lawan”.
Menurut pasal 105 UU No.5/1986, pengakuan para pihak tidak dapat ditarik kembali, kecuali berdasarkan alasan yang kuat dan dapat diterima oleh hakim. Pengakuan yang diberikan di depan persidangan oleh pihak yang bersengketa sendiri atau oleh wakilnya yang diberi kuasa secara khusus, untuk itu mempunyai kekuatan bukti yang sempurna terhadap pihak yang memberikan pengakuan itu. Hal ini berarti hakim harus menganggap bahwa dalil-dalil yang telah diakui itu benar, kendatipun belum tentu benar. Pengakuan yang diberikan di luar persidangan, nilai pembuktiannya diserahkan kepada pertimbangan hakim. Dengan kata lain pengakuan yang diberikan diluar persidangan merupakan alat bukti bebas dan konsekuensinya hakim leluasa untuk menilai alat bukti tersebut, atau bisa juga hakim hanya menganggap hal itu sebagai alat bukti permulaan saja. Terserah kepada hakim untuk menerima atau tidak menerimanya.
5) Pengetahuan hakim
Pengetahuan hakim adalah hal yang olehnya diketahui dan diyakini kebenarannya. Melihat pada pengertian ini maka pengetahuan hakim dapat juga diartikan sebagai apa yang dilihat, didengar dan disaksikan oleh hakim dalam persidangan. Misalnya : sikap, perilaku, emosional dan tindakan para pihak dalam memutus perkara. Tetapi pengetahuan hakim mengenai para pihak yang diperoleh di luar persidangan tidak dapat dijadikan bukti dalam memutus perkara.
B. Sistem Hukum Pembuktian Hukum Tata Usaha Negara
Ada perbedaan sistem antara sistem hukum pembuktian dalam hukum acara TUN dengan acara perdata. Dalam hukum acara TUN, dengan memperhatikan segala sesuatu yang terjadi dalam pemeriksaan tanpa bergantung pada fakta dan hal yang diajukan oleh para pihak, hakim TUN bebas untuk menentukan :
1. Apa yang harus dibuktikan
2. Siapa yang harus dibebani pembuktian, hal apa saja yang harus dibuktikan oleh pihak yang berperkara dan hal apa saja yang harus dibuktikan oleh hakim sendiri
3. Alat bukti mana saja yang diutamakan untuk dipergunakan dalam pembuktian
4. Kekuatan pembuktian bukti yang telah diajukan
Umumnya, sistem pembuktian yang dianut dalam hukum acara TUN adalah sistem “Vrij bewijsleer”, yakni suatu ajaran pembuktian bebas dalam rangka memperoleh kebenaran materiil. Apabila kita baca pasal 100 UU No.5/1986, maka dapatlah disimpulkan bahwa hukum acara TUN Indonesia menganut ajaran pembuktian bebas yang terbatas. Karena alat-alat bukti yang digunakan itu sudah ditentukan secara limitatif dalam pasal tersebut. Selain itu hakim juga dibatasi kewenangannya dalam menilai sahnya pembuktian, yakni paling sedikit 2 alat bukti berdasarkan keyakinan hakim. Sedangkan pembuktian dalam hukum acara perdata dilakukan dalam rangka memperoleh kebenaran formil.
III. KESIMPULAN
Macam-macam alat bukti di PTUN :
• Surat atau tulisan
• Keterangan ahli
• Keterangan saksi
• Pengakuan para pihak
Sesuai dengan pasal 100 UU No.5/1986 dapat disimpulkan bahwa hukum acara TUN itu menganut ajaran pembuktian bebas yang terbatas karena alat-alat bukti yang digunakan itu sudah ditentukan secara limitatif dalam pasal tersebut, begitu juga sesuai dengan pasal 107 UU No.5/1986 hakim dibatasi kewenangannya menilai sahnya pembuktian yaitu paling sedikit 2 alat bukti berdasarkan keyakinannya.




DAFTAR PUSTAKA
A. Pitto, Prof., Pembuktian dan Kadaluarsa, cet.I, Intermasa, Jakarta, 1978.
Mukti Arto, Drs. H., SH., Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1996.
Rozali Abdullah, SH., Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996.
Sudikno Mertokusumo, Dr. SH., Hukum Acara Perdata Indonesia, cet. I., Yogyakarta : 1972.
Teguh Samudera, SH., Hukum Pembuktian dalam Acara Perdata, Bandung, 1992.
Undang-Undang No.5/1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
Wicipto Setiadi, SH., MH., Hukum Acara Pengadilan Tata Usaha Negara, Suatu Perbandingan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001.
Yos Johan Utama, SH., M.Hum., Kiat Berperkara di Peradilan Tata Usaha Negara, Badan Penerbbit UNDIP Semarang, t.th.
Pasal 100 UU No.5/1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
Sudikno Mertokusumo, Dr. SH., Hukum Acara Perdata Indonesia, cet. I., Yogyakarta : 1972, hal. 100
Pasal 101 UU No.5/1986
Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1996, hal. 149
Yos Johan Utama, Kiat Berperkara di Peradilan Tata Usaha Negara, Badan Penerbbit UNDIP Semarang, t.th., hal. 48
Teguh Samudera, Hukum Pembuktian dalam Acara Perdata, Bandung, 1992, hal. 57
Pasal 102 UU No.5/1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
Rozali Abdullah, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996, hal. 71
Mukti Arto, op.cit., hal. 169
lihat, pasal 91 UU No.5/1986 tentang PTUN
lihat, pasal 92 ayat (1) dan 92) UU No.5/1986 tentang PTUN
lihat, pasa; 93 UU No.5/1986 tentang PTUN
Teguh Samudera, op.cit., hal. 64
A. Pitto, Pembuktian dan Kadaluarsa, cet.I, Intermasa, Jakarta, 1978, hal. 150
Wicipto Setiadi, Hukum Acara Pengadilan Tata Usaha Negara, Suatu Perbandingan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hal. 137
lihat, pasal 106 UU No.5/1986
lihat, pasal 107 UU No.5/1986

PENCEMARAN LINGKUNGAN DALAM PANDANGAN SOSIOLOGI HUKUM ABSTRACT

PENCEMARAN LINGKUNGAN DALAM PANDANGAN SOSIOLOGI HUKUM
ABSTRACT
Kelestarian lingkungan merupakan tangggungjawab bersama, tidak bisa menggantungkan tanggungjawab tersebut kepada salah satu pihak saja, pengelolaan, pemeliharaan dan kepedulian terhadap lingkungan menjadi sesuatu hal yang mesti dilakukan oleh setiap individu. Hukum hanya sebagai fasilitor terciptanya kelestarian lingkungan akan tetapi manusianya itu sendirilah menjadikan lingkungan itu terhindar dari pencemaran lingkungan yang merusak dengan cara tetap hidup sesuai kebutuhan dengan diikuti pola hidup 3 R (Reduce, Recycle and Reuse).

A. Prolog; Sekilas Tentang Pencemaran Lingkungan
Pencemaran, menurut SK Menteri Kependudukan Lingkungan Hidup No 02/MENKLH/1988, adalah masuk atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam air/udara, dan/atau berubahnya tatanan (komposisi) air/udara oleh kegiatan manusia dan proses alam, sehingga kualitas air/udara menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya.
Untuk mencegah terjadinya pencemaran terhadap lingkungan oleh berbagai aktivitas industri dan aktivitas manusia, maka diperlukan pengendalian terhadap pencemaran lingkungan dengan menetapkan baku mutu lingkungan. Baku mutu lingkungan adalah batas kadar yang diperkenankan bagi zat atau bahan pencemar terdapat di lingkungan dengan tidak menimbulkan gangguan terhadap makhluk hidup, tumbuhan atau benda lainnya.
Pada saat ini, pencemaran terhadap lingkungan berlangsung di mana-mana dengan laju yang sangat cepat. Sekarang ini beban pencemaran dalam lingkungan sudah semakin berat dengan masuknya limbah industri dari berbagai bahan kimia termasuk logam berat .
Masalah kerusakan lingkungan disebabkan oleh tangan-tangan manusia itu sendiri. Untuk menjaga kelestarian lingkungan, harus ada penegakan hukum lingkungan. Selain itu, tak kalah penting adalah menumbuhkan kesadaran yang tinggi pada masyarakat dalam pemeliharaan lingkungan. Setidaknya wawasan mengenai lingkungan, ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) akan mengarah pada pemeliharaan dan pelestarian lingkungan hidup. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Pada dasarnya, adanya perubahan kondisi lingkungan akibat kerusakan dan pencemaran lingkungan akan mempengaruhi ekosistem di alam. Bentuk perusakan lingkungan - seperti pencemaran udara, pencemaran air, dan menurunnya kualitas lingkungan akibat bencana alam, yakni banjir, longsor, kebakaran hutan, krisis air bersih - bisa berdampak buruk pada lingkungan, khususnya bagi kesehatan manusia .
Pencemaran lingkungan yang terjadi di masyarakat dewasa ini, dikarenakan kurangnya pengatahuan masyarakat tentang bagaimana cara pengolalaan sampah yang sesuai sehingga sampah yang tiap hari terus meningkat tersebut tidak tertangani kemudian jadilah pencemaran dari sampah tersebut, dari pencemaran udara, tanah bahkan sampai airpun tercemar oleh sampah yang tidak dikelola dengan baik.
Untuk menangani hal ini semua perlu ditumbuhkannya kesadaran masyarakat dalam pengelolaan limbah, baik limbah rumah tangga maupun limbah industri.

B. Hukum dan Konservasi Alam; sebuah konsekwensi
Hukum secara konseptual adalah piranti yang dapat diandalkan untuk penanganan pencemaran lingkungan yang kian hari kian meningkat. Dalam konteks ini hukum amat diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan ini. Secara legal, pencemaran lingkungan mesti dicegah dan tidak dapat ditoleransi atas dasar alasan apapun.
Pencemaran lingkungan merupakan masalah kita bersama, yang semakin penting untuk diselesaikan, karena menyangkut keselamatan, kesehatan, dan kehidupan kita. Siapapun bisa berperan serta dalam menyelesaikan masalah pencemaran lingkungan ini, termasuk kita. Dimulai dari lingkungan yang terkecil, diri kita sendiri, sampai ke lingkungan yang lebih luas.
Permasalahan pencemaran lingkungan yang harus segera kita atasi bersama diantaranya pencemaran air tanah dan sungai, pencemaran udara perkotaan, kontaminasi tanah oleh sampah, hujan asam, perubahan iklim global, penipisan lapisan ozon, kontaminasi zat radioaktif, dan sebagainya.
Untuk menyelesaikan masalah pencemaran lingkungan ini, tentunya kita harus mengetahui sumber pencemar, bagaimana proses pencemaran itu terjadi, dan bagaimana langkah penyelesaian pencemaran lingkungan itu sendiri .
Sesuai dengan Undang-undang Nomor 23/1997 yang dimaksud dengan pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukannya makhluk hidup, zat, energi dan/atau komponen lain ke lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan berkelanjutan.
Definisi yang panjang ini dapat di sederhanakan dengan melihat adanya tiga unsur dalam masalah pencemaran yaitu sumber perubahan akibat kegiatan manusia atau proses alam, bentuk perubahannya adalah berubahnya konsentrasi suatu bahan dalam lingkungan dan merosotnya fungsi lingkungan untuk menunjang kehidupan.
Merosotnya kualitas lingkungan juga tidak akan menjadi perhatian besar jika tidak terkait dengan kebutuhan hidup manusia sendiri sehingga bahasan tentang pencemaran dan konsep penanggulangannya lebih mengarah kepada upaya mengenai bentuk kegiatan manusia yang menjadi sumber pencemaran.
Pencemaran sering pula diklasifikasikan dalam bermacam-macam bentuk pola pengelompokannya. Pengelompokan menurut jenis bahan pencemar menghasilkan pencemaran biologis, kimiawi, fisik dan budaya. Pengelompokan menurut medium lingkungannya dapat menghasilkan pencemaran udara, air, tanah, makanan dan sosial sedangkan pengelompokan menurut sifat sumber bisa menghasilkan pencemaran primer dan pencemaran sekunder.
Salah satu upaya dalam pengelolaan lingkungan adalah mengatur beban pencemaran dari sumbernya baik sumber pencemaran udara, air maupun limbah padat sehingga informasi tentang besarnya beban pencemaran dari setiap sumber amat berguna dalam upaya pengelolaan lingkungan tersebut .
Dalam pengelolaan pengendalian pencemaran lingkungan, memerlukan kontribusi dari banyak pihak, karena pada dasarnya pencemaran lingkungan adalah permasalahan global yang mau tidak mau setiap elemen masyarakat untuk bersama-sama mengatasi permasalahan pencemaran lingkungan ini.
Fenomena persoalan lingkungan yang sering dilihat setiap hari menjadi keprihatinan tersendiri demikian menurut Prof. Mujiyono Abdillah, MA., Guru Besar Bidang Metodologi Study Islam IAIN Wali Songo Semarang.
Masalah-masalah itu seprerti pengepresan bukit yang mengakibatkan tanah longsor, semakin tingginya air rob, penebangan lahan hijau menjadi pemukiman penduduk, dan reklamasi tambak dan pantai menimbulkan dampak banjir .
Mengenai pencemaran lingkungan ini, hukum sebagai alat untuk menciptakan kenyamanan dan ketertiban belum memiliki perangkat yang kuat untuk menegakkan hukum lingkungan yang telah ada di Indonesia ini. Bagaimana tidak setiap musim penghujan di Indonesia pasti ada saja daerah yang terendam air alias banjir, bahkan ada satu daerah di Bekasi Barat, dekat MM Bekasi sampai selutut sedangkan daerah lain yaitu di Tambun banjirnya mencapai seleher sehingga harus tinggal di loteng atau lantai dua rumah sampai beberapa hari dan tidak bisa kemana-mana hanya menunggu bantuan datang dan banjir tersebut terjadi 5 (lima) tahunan, artinya setiap lima tahun sekali daerah Bekasidan Tambun terendam air, tapi karena ini banjir rutin alias terjadwal alias sudah diketahui kedatangannya kerugian secara materil dapat diminimalisir .
Siklus terjadinya banjir katakanlah tahunan ini menjadi ironi bagi sebuah negara yang memiliki aturan hukum yang tertera dalam UU No. 23 Tahun 1997, yang telah dengan jelas menegaskan bahwa daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi dan atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya.
Tata aturan yang di buat oleh pemerintah sudah sangat jelas tentang konsekuensi hukum tentang pengelolaan lingkungan baik dari segi kehidupan yang sehat dan teratur dalam pengelolaan limbah, baik limbah industri maupun limbah dari rumah tangga. Kurangnya adalah tidak adanya kontrol dari pemerintah melalui aparat hukumnya guna memantau, menjaga dan melestarikan lingkungan menjadi lebih asri dan dapat meminimalisasikan pencemaran lingkungan di berbagai sektor.
Jika kita memperhatikan lingkungan sekitar kita, ternyata telah terjadi kerusakan di mana-mana, air mulai sedikit dan berpolusi, tanah mulai ditumbuhi pohon-pohon beton yang tidak dapat menyerap air sehingga mudah longsor dan banjir karena tidak ada resapan air, udara kotor penuh polusi dari pembakaran kendaraan bermotor.
Peran masyarakat sangatlah penting dalam pengendalian pencemaran lingkungan ini dengan cara melakukan konservasi lingkungan . Karena hanya dengan konservasi lingkungan-lah kita bisa menyelamatkan lingkungan yang ada di sekitar kita ini. Konsep konsevasi lingkungan sama halnya dengan konservasi alam, perbedaanya hanya pada tatanan teknis saja, secara filosofis dia sama, yaitu sama-sama memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhan tetapi sekaligus melakukan perbaikan guna pemanfaatan yang berkepanjangan untuk generasi selanjutnya.
Konservasi dalam tatanan masyarakat amatlah diperlukan, karena masyarakat adalah sebagai grassroot- timbul dan/atau penyelesaian masalah pencemaran lingkungan ini. Karena peran serta masyarakat dalam menangani pencemaran lingkungan ini amatlah besar, hal itu disebabkan masyarakat adalah sekumpulan orang yang memanfaatkan lingkungan dan menimbulkan dampak yang cukup beragam diantaranya adalah pencemaran lingkungan dan lain-lain.

C. Analisis Data dan Penyelesaian Menurut Sosiologi Hukum
Setelah mencermati data yang ada, kita bisa melihat betapa kompleknya permasalahan pencemaran lingkungan ini, karena lingkungan merupakan sesuatu yang esensial bagi manusia, tanpa lingkungan manusia tidak bisa hidup jangankan tanpa lingkungan dengan lingkungan saja tapi yang sudah tercemar dengan segala macam bahan kimia yang dapat menghambat pertumbuhan manusia secara normal saja manusia sudah kerepotan dalam artian manusia membutuhkan lingkungan yang bersih, indah dan nyaman. Bukan hanya sekedar lingkungan yang dapat ditempati tapi lebih dari pada itu. Permasalahan dapat kita temukan dalam pembahasan paper ini adalah:
1. Hukum Lingkungan tidak tegak sebagai mana mestinya, kenapa demikian???
2. Kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan, kenapa juga demikian ???
3. Solusi yang harus diterapkan itu seperti apa ???

Yang pertama, mengenai penegakkan hukum lingkungan yang tidak maksimal itu lebih disebabkan karena minimnya perhatian pemerintah terhadap permasalahan-permasalahan yang timbul dimasyarakat mengenai penegakkan hukum lingkungan.
Hal itu bisa kita lihat dari pengelolaan sampah di tiap kota/kabupaten dan provinsi yang belum maksimal, kenapa saya bilang belum maksimal, karena saya lihat dalam pengelolaan sampah di Bogor misalnya sampah semua di buang ketempat sampah yang ada di masing-masing daerah kemudian di angkut oleh pihak DLHK dan di bawa ketempat pembuangan akhir, kalau di Bogor adanya di Ciampea.
Setelah saya melihat langsung kelapangan, ternyata sampah yang bisa diolah kembali hanya beberapa saja, seperti pelastik, botol, dan sedikit dari sampah organik yang dapat diolah. Selebihnya hanya menjadi tumpukan sampah yang memakan lahan sekitar 2-3 hektar, dan mungkin beberapa tahun kedepan Bogor akan memiliki desa sampah, karena disitu yang tinggal hanya sampah-sampah buangan dari berbagai daerah di Bogor. Namun demikian kita tidak juga bisa menyalahkan pemerintah karena dalam pengelolaan lingkungan ini harus melibatkan banyak pihak, diantaranya adalah pemuka agama, tokoh masyarakat, tokoh pemerintahan, dan anggota masyarakat itu sendiri.
Tokoh masyarakat dan tokoh agama berperang sebagai orang yang berpengaruh di masyarakat, menggunakan pengaruh dan wewenangnya untuk memberikan penerangan, penjelasan, perintah sekaligus berperan serta dengan masyarakat untuk menanggulangi permasalahan pencemaran lingkungan ini.
Adapun tokoh pemerintahan dapat menggunakan wewenangnya untuk membentuk aparat penegak hukum yang memiliki tanggungjawab dan memiliki wawasan yang luas mengenai lingkungan utamanya tentang penanggulangan pencemaran lingkungan.
Dan anggota masyarakat sebagai akar dari semuanya itu, berperang sebagai orang yang secara langsung melihat, melakukan, mengawasi, dan menilai terhadap pengelolaan lingkungan yang semuanya itu adalah tanggungjawab bersama yang mesti dicari solusinya juga secara bersama-sama.
Permasalahan yang kedua dari masalah pencemaran lingkungan ini adalah kurangnya kesadaran dari masyarakat akan pentingnya pengelolaan lingkungan yang berwawasan pembangunan berkelanjutan artinya masyarakat yang ada disetiap wilayah di manapun di Indonesia ini atau di dunia ini, masyarakat hendaknya memiliki pemahaman dan memiliki wawasan tentang lingkungan hidup sebagai upaya yang untuk menjamin kemampuan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.
Dalam rangka menumbuhkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pengelolaan lingkungan, Keterlibatan (partisipasi) masyarakat dalam penyusunan rencana pengelolaan lingkungan sangatlah diperlukan. Hal ini dimaksudkan agar program selaras dengan kebutuhan masyarakat. Keterlibatan masyarakat ini dapat ditunjukkan dari tingkat partisipasi pada tahapan perencanaan yang dilakukan .
D. Kesimpulan
Kesadaran tiap individu dalam masyarakat, mengenai pengelolaan lingkungan yang sehat dan menguntungkan generasi dari generasi dalam pemanfaatan potensi alam yang begitu melimpah di Indonesia Raya ini amatlah di perlukan.
Dalam pengelolaan lingkungan yang sehat dan berorientasi kepada pengelolaan lingkungan yang konservatif, artinya memanfaatkan lingkungan sekitar untuk kebutuhan generasi sekarang dan generasi yang selanjutnya.
Hukum hanya sebagai alat pengatur yang tidak bisa bergerak sendiri tanpa ada yang menggerakkannya, dan orang yang menggerakkannyapun tidaklah sembarang orang, karena orang yang akan menegakkan pengelolaan lingkungan agar terhindar dari pencemaran lingkungan haruslah orang yang memiliki wawasan lingkungan yang universal yang menyeluruh dari aspek agriculturnya maupun dari segi ekonominya sehingga tidak adalagi orang yang akan dirugikan dari prosesi konservasi lingkungan yang sudah mulai terbatas ini.
Kesadaran terhadap lingkungan yang minim sekarang ini, lebih disebabkan karena minimnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya memiliki lingkungan yang sehat, bersih, indah dan nyaman. Agar tercipta kehidupan masyarakat yang sehat, teratur, dan memiliki rasa memiliki yang tinggi terhadap lingkungan yang ada sehingga menjadikannya lebih peduli terhadap lingkungan yang ia tempati.

DAFTAR PUSTAKA

Alkostar, Artidjo dan M. Sholeh Amin (editor). ” Pembangunan Hukum dalam Perspektif Politik Hukum Nasional”. Jakarta: PT. Rajawali, 1986

Asep, ”Pencemaran Lingkungan” Artikel ini diakses pada 15 Januari 2009 dari: http://earth2.eco.tut.ac.jp/pub/member/asep/plo/

Golar, ” Strategi Pembinaan Masyarakat Desa Hutan (PMHD) di Areal HPH PT. Dwihutani Fitribhakti, Sul-Teng” artikel ini diakses pada 17 Januari 2009 pada: http://tumoutou.net/702_07134/golar.pdf

Indoskripsi, ”Dampak Pencemaran Lingkungan Terhadap Lingkungan Artikel ini diakses pada 13 Januari 2009 dari: http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah/ilmu-kalaman-dasar/dampak-pencemaran-lingkungan-terhadap-kesehatan-0

Johnson, Alpin S. ”Sosiologi Hukum”. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta, 1994

Muhamad Yunuz, “Pengertian dan Sumber Pencemaran Perairan” Artikel ini diakses pada 16 Januari 2009 dari: http://yunuzmuhammad.blogspot.com/2007/11/pengertian-dan-sumber-pencemaran.html

Rahardjo, Stjipto. ”Hukum dan Masyarakat”. Bandung: Penerbit Angkasa, 1980

Suara Merdeka, “ Kepedulian Lingkungan Tidak Dibarengi Spritualisme” Artikel ini diakses pada 26 November 2008 dari: http://www.suaramerdeka.com/harian/0507/16/kot06.htm

Setiardja, A. Gunawan. ” Dialektika Hukum dan Moral dalam Pembangunan Masyarakat Indonesia”. Jakarta: Kanisius, BPK Gunung Mulia, 1990

Wikipedia. “Pencemaran”. Artikel ini diakses pada 13 Januari 2009 dari: http://id.wikipedia.org/wiki/Pencemaran
Penegakan Hukum Lingkungan Hidup di Indonesia Memprihatinkan, 5 Desember 2007

Beberapa kasus pencemaran/pengrusakan lingkungan telah dibawa ke dalam proses peradilan, diantaranya pencemaran Teluk Buyat, “Lumpur Lapindo” di Sidoarjo dan kasus illegal logging yang melibatkan Adelin Lis (Direktur Keuangan PT KNDi). Sayangnya, penegakan hukum atas kasus-kasus tersebut belum membuahkan hasil optimal, tidak memberikan pembelajaran dan menghasilkan efek jera yang bisa diharapkan untuk dilakukannya pemulihan dan menghentikan pengrusakan/pencemaran agar tidak terulang.

Proses penegakan hukum pidana atas kasus pencemaran lingkungan di Teluk Buyat oleh PT. Newmont Minahasa Raya di pengadilan Negeri Manado berujung kepada pembebasan perusahaan dan pimpinan perusahaan tersebut, kendati masih ada upaya kasasi. Demikian pula gugatan perdata oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup hanya berujung pada perdamaian dengan kesediaan PT.Newmont Minahasa Raya membayar dana tambahan pengembangan komunitas sebesar $US 30 juta.

Sementara itu, kerusakan lingkungan di Sidoarjo akibat “Lumpur Lapindo”, hanya terfokus kepada kompensasi lewat mekanisme ‘jual beli’ yang diatur pemerintah melakui Perpres No 14 tapi terlebih dahulu berkonsultasi atau melibatkan partisipasi warga. Penuntutan pidana lingkungan tidak mengalami kemajuan dan materi gugatan YLBHI ditolak oleh Pengadilan dengan alasan Lapindo telah mengeluarkan biaya banyak selama ini, padahal dalam lapangan masih banyak warga korban yang tidak mendapatkan ganti rugi yang adil. Nasib penegakan hukum terhadap pelaku illegal logging pun tak jauh berbeda, sebagaimana baru-baru ini terjadi terhadap pembebasan Adelin Lis (Direktur Keuangan PT KNDI).

Di tengah keadaan yang memprihatinkan tersebut, korporasi yang diduga melakukan pencemaran/pengrusakan lingkungan melakukan serangan balik melalui SLAPP Suit (Strategic Lawsuit Against Public Participation), yakni strategi hukum untuk meredam/membungkan masyarakat yang kritis terhadap pencemaran/pengrusakan yang dilakukan korporasi. Beberapa bentuk SLAPP Suit yang dilakukan oleh korporasi diantaranya gugatan PT. Newmont Minahasa Raya terhadap individu dan organisasi lingkungan hidup. Juga, perusahaan mediapun tidak luput dari gugatan perusahaan yang dinilai sebagai perusak lingkungan, sebagaiman terjadi dalam gugatan PT. Riau Andalan Pulp & Paper terhadap Koran Harian Tempo.

Sidang gugatan WALHI sebagai organisasi lingkungan hidup terhadap PT.Newmont Minahasa Raya, Departement EDSM dan turut tegugat Kementerian Lingkungan Hidup akan diputuskan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Selatan pada 6 Desember 2007. Kelompok yang menaruh perhatian terhadap lingkungan berharap pengadilan dapat memperhatikan bukti-bukti pencemaran yang telah diajukan dan kenyataan perizinan pembuangan limbah yang tidak dimiliki oleh perusahaan emas tersebut, agar majelis hakim tidak menambah daftar panjang keputusan dalam kasus pencemaran lingkungan yang menimbulkan apatisme dan keprihatinan publik, mana kala kasus tersebut berkaitan dengan korporasi besar dan negara yang abai. [ ]

Siaran Pers AJI JAKARATA-LSADI-ICEL-JATAM-WALHI pada 4 Desember 2007