Entri Populer

Minggu, 07 Februari 2010

MENIMBANG PERLUNYA KERJASAMA INTERNASIONAL DALAM PENANGGULANGAN KEJAHATAN DI DUNIA MAYA

Globalisasi telah menyebabkan banyak perubahan pada masyarakat lokal yang
terinspirasi oleh pengaruh internasional. Dahulu, masalah yang terjadi pada
masyarakat tertentu hampir dapat dipastikan tidak akan menjadi masalah atau potensi
masalah di masyarakat lainnya. Perubahan-perubahan yang terjadi dari luar pada saat
itu relatif mengalami resistensi yang besar terlebih dahulu.

Namun, kini secara umum dunia telah mengalami “transformasi global”, yaitu
perubahan yang sangat mendasar dalam berbagai bidang kehidupan. Sejumlah faktor
yang diduga telah mendorong terjadinya transformasi global tersebut, antara lain
(Rosenau, 1990 : 7-20) :
1. Adanya pergeseran global dari industrial order menuju post-industrial order
yang diwarnai oleh adanya perkembangan, inovasi dan kreasi baru yang pesat
di bidang teknologi, khususnya teknologi komunikasi, transportasi serta
teknologi informasi.
2. Terhubungnya dunia melalui rangkaian jaringan yang kompleks maka muncul
pula isu-isu baru seperti lingkungan, terorisme, cybercrime dan lain-lain, yang

1 Dosen Ilmu Hubungan Internasional, FISIP Universitas Budi Luhur.

1
merupakan produk langsung dari teknologi baru, gagasan dan nilai yang
mengglobal serta interdependensi dunia yang semakin besar.
3. Dengan tersimpulkannya jaringan-jaringan masalah yang berlingkup global
maka dapat diperkirakan bahwa kapabilitas negara akan berkurang dalam
melakukan penanganan secara memuaskan atas isu-isu baru tersebut. Hal ini
tentunya karena isu-isu baru tersebut seringkali tidak sepenuhnya berada
dalam jangkauan yuridiksi mereka.
4. Umpan balik terhadap seluruh interaksi dari dinamika dan kekuatan yang
mendorong perubahan global tersebut.
Dalam era globalisasi seperti sekarang ini, teknologi telah mengalami
perkembangan yang cukup pesat khususnya di bidang teknologi informasi.
Perkembangan teknologi informasi telah membawa dampak lain pada dunia. Dunia
kini tengah dilanda demam internet.

Faktor Komunikasi dan Teknologi Informasi dalam Era Globalisasi

Diantara faktor-faktor penggerak transformasi global, perkembangan
teknologi merupakan faktor yang paling kuat. Perkembangan teknologi telah
mengubah wajah dunia yang semula di dominasi oleh industri mekanik menuju suatu
dunia yang dipenuhi oleh teknologi informasi. Hal itulah yang menyebabkan
terjadinya perubahan dari masyarakat industri menjadi masyarakat pasca teknologi
mekanik atau dikenal sebagai era revolusi mikroelektronik secara keseluruhan
(Brown, 1998 : 174-191).

Kontribusi media massa dan komunikasi lintas wilayah yang menjangkau
hampir semua belahan dunia, menyebabkan pola perekonomian dunia kemudian
bergeser dari Resources Based Economy menjadi Information Based Economy.

2
Globalisasi kemudian menjadi suatu proses dimana relasi sosial terjadi tanpa jarak
dan tiada batasan-batasan fisik yang nyata. Secara maya kemudian dunia menjadi
satu hamparan yang terbuka tanpa adanya pembatasan-pembatasan yang dikenal di
dalam kehidupan nyata seperti batas wilayah nasional.
Globalisasi
telah
menimbulkan
dampak yang sangat besar dalam berbagai
dimensi kehidupan manusia. Globalisasi merupakan suatu proses internasionalisasi
seluruh tatanan masyarakat modern. Pada awalnya, proses ini hanya pada tatanan
ekonomi. Namun dalam perkembangannya cenderung menunjukkan keragaman.

Menurut Malcom Waters ada tiga dimensi proses globalisasi, yaitu :
globalisasi ekonomi, globalisasi politik dan globalisasi budaya. Dari segi dimensi
globalisasi budaya, muncul beberapa jenis space, seperti : etnospace, technospace,
financespace, mediaspace, ideaspace dan sacrispace. Tentu saja tidak terhindarkan
akan terjadinya proses penguniversalisasian sistem nilai dalam lingkup global,
khususnya dimensi kebudayaan. Pada tahap ini terjadilah suatu keadaan dimana
sistem nilai kehidupan manusia menjadi tidak pasti, karena sesungguhnya telah ada
berbagai sistem nilai di dunia ini (pikiran-rakyat.com, 2006).

Sementara, globalisasi menurut Martin Albrow merupakan keseluruhan dari
tujuan dimana orang-orang di dunia tergabung menjadi satu masyarakat dunia, atau
dikenal sebagai masyarakat global (Baylis & Smith, 1998 : 15). Menurut Barley
dalam bukunya “The Term Of Globalization” perubahan-perubahan pada bidang
kehidupan manusia yang menandai beberapa aspek utama akibat langsung terjadinya
globalisasi sangat terasa pada :
1. Bidang ekonomi, dimana terjadi sebuah pasar global disertai oleh terjadinya
aliran kapital. Faktor-faktor produksi dipercepat dengan munculnya
perjanjian-perjanjian kerjasama ekonomi antarnegara.

3
2. Bidang politik, dimana kedaulatan negara semakin melemah sementara
otoritas dari organisasi internasional seharusnya semakin penting.
3. Bidang sosial budaya, dimana terjadi kontak antarbudaya bangsa-bangsa di
dunia dan pengaruhnya yang berbeda terhadap kebudayaan yang ada.
Melalui arus globalisasi, bumi terasa seperti sebuah kampung besar, penduduk
dunia seperti para penghuni sebuah kampung. Adapun privacy seseorang cenderung
menjadi rahasia umum. Sedangkan produk busana, makanan, kemajuan teknologi di
suatu negara dengan mudah menjadi milik umum termasuk mata uang. Semua itu
sangat dimungkinkan oleh kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan.
Dengan pemahaman tersebut, menurut para penganjur globalisasi “tidak ada
pilihan” lain bagi setiap negara kecuali mengikutinya. Jika tidak akan tertinggal atau
terisolasi dari perekonomian dunia yang mengalami kemajuan pesat. Secara historis
globalisasi berarti meluasnya pengaruh suatu kebudayaan atau agama ke seluruh
penjuru dunia (pikiran-rakyat.com, 2006).
Globalisasi informasi yang terjadi sekarang dimungkinkan karena adanya
penggunaan media elektronik dalam mengirim dan menerima informasi. Mula-mula
melalui radio dan televisi hingga kemudian melalui jaringan internet. Efek yang
dimungkinkan oleh penggunaan radio dan televisi adalah ruang dan waktu menjadi
kecil. Para ahli komunikasi menyebutnya sebagai gejala time space compression atau
menyusutnya ruang dan waktu. Akan tetapi, dalam penggunaan radio dan televisi,
betapapun luas jangkauannya, ternyata dapat diawasi oleh kekuasaan politik suatu
negara.

Kondisi yang berbeda terjadi pada pemakaian jaringan informasi yang dikenal
sebagai internet. Pada internet pembatasan tersebut tak lazim diberlakukan. Dalam

4
kenyataan dan secara teoritis hubungan melalui internet dan e-mail tidak bisa diawasi
dan dibatasi oleh pemerintah manapun.

Media internet memiliki akibat sosial budaya sebagai berikut :
1. Mengecilnya ruang dan waktu telah mengakibatkan hampir tak ada kelompok
orang atau bagian dunia yang hidup dalam suatu isolasi yang jelas. Informasi
tentang keadaan tempat lain dan tentang situasi orang lain, dapat menciptakan
suatu pengetahuan umum yang jauh lebih luas dan actual dari yang ada
sebelum ini. Informasi itu pada gilirannya dapat menimbulkan solidaritas
global yang melintasi kelompaok etnis, batas teritorial negara atau berbagai
kelompok agama. Sebaliknya, informasi yang cepat ini semakin memudahkan
pula sekelompok orang atau orang perorangan di suatu tempat untuk
merancang kejahatan bagi kelompok atau orang perorangan lain yang berada
sangat jauh.
2. Dalam bidang politik batas-batas teritorial suatu negara menjadi tidak relevan.
Batas negara tidak menjadi batas dari aliran informasi, karena seseorang di
negara tertentu dapat berhubungan langsung dengan orang lain di negara yang
berbeda tanpa dapat dihalangi oleh siapapun.
3. Suatu gejala yang amat dasyat pengaruhnya adalah bahwa dalam internet atau
dalam cyberspace, semua kategori dalam suatu social space menjadi tidak
relevan. Diferensiasi sosial yang ada dalam masyarakat berdasarkan usia, jenis
kelamin, agama, status sosial, tingkat pendidikan, besarnya pendapatan,
pengalaman kerja atau tinggi-rendahnya reputasi diterobos tanpa kaidah yang
jelas dalam cyberspace. Sebagai contoh, siapa saja dapat mengirim
informasinya ke dalam cyberspace untuk diterima atau ditolak oleh orang lain

5
bahkan mungkin juga terjadi dialog di dalamnya tanpa memandang reputasi,
usia, dan lain-lain. Sesuatu yang sulit terjadi di dalam media massa manapun.


Gejala Kejahatan Dunia Maya Sebagai Bagian Globalisasi

Dalam era globalisasi perkembangan terjadi sangat cepat seiring dengan
peningkatan teknologi informasi. Internet, selain memberi manfaat juga menimbulkan
dampak negatif dengan terbukanya peluang penyalahgunaan teknologi tersebut.
Dampak ini terlihat dari adanya cybercrime (kejahatan dunia maya) yang terjadi di
berbagai belahan dunia. Kejahatan di dunia maya merupakan salah satu jenis
kejahatan atau tindak pidana yang dilakukan dengan memanfaatkan teknologi
informasi yakni komputer.
Sejumlah
kejahatan
cybercrime yang cukup menonjol belakangan ini adalah :
1. Sabotase terhadap perangkat-perangkat digital, data-data milik orang lain dan
jaringan komunikasi data penyalahgunaan network orang lain.
2. Penetrasi terhadap sistem komputer dan jaringan sehingga menyebabkan
privasi orang/lembaga lain terganggu atau gangguan pada fungsi komputer
yang digunakan.
3. Melakukan akses-akses ke server tertentu atau ke internet yang tidak diizinkan
oleh peraturan organisasi/ penyusupan ke web server sebuah situs, kemudian
si penyusup mengganti halaman depan situs tersebut.
4. Tindakan penyalahgunaan kartu kredit orang lain di internet.
5. Tindakan atau penerapan aplikasi dalam usaha untuk membuka proteksi
sebuah software atau sistem secara ilegal.

6
6. Pembuatan program ilegal yang dibuat untuk dapat menyebar dan
menggandakan diri secara cepat dalam jaringan (biasanya melalui e-mail liar)
yang bertujuan untuk membuat kerusakan dan kekacauan sistem.
Perkembangan internet dapat dirunut dari peristiwa peluncuran pesawat
sputnik milik Uni Soviet yang ditanggapi oleh Amerika Serikat dengan membuat
proyek peluncuran pesawat luar angkasa. Untuk kepentingan pesawat luar angkasa itu
dibangunlah suatu jaringan informasi yang memang diperlukan untuk
mengoperasikannya. Pada awalnya jaringan sistem informasi yang dibuat untuk
lingkup lokal yang tertutup atau yang dikenal sebagai Local Area Network /LAN.
Sekitar awal tahun 1990-an, LAN pun kemudian digunakan untuk kepentingan
kekuasaan khususnya kepentingan militer bagi Amerika Serikat (Agus Rahardjo, 2002
: 3). LAN kemudian dikembangkan secara terbatas menjadi Wide Area Network
(WAN), untuk kemudian menjadi suatu sistem dengan berbagai mesin informasi yang
luar biasa seperti yang kemudian dikenal sebagai internet.
Pada masa-masa awal, kemajuan teknologi komunikasi dan informasi pada
umumnya dan internet pada khususnya tidak bisa dinikmati secara luas seperti
sekarang. Tetapi hanya dapat digunakan dan untuk memfasilitasi kepentingan para elit
saja. Seiring dengan perjalanan waktu, para industriawan berhasil mengaplikasikan
internet untuk keperluan industri. Dengan kata lain, penaklukan antarnegara bukan
hanya sebatas memperluas wilayah. Melainkan juga penguasaan sumber-sumber bagi
mesin industri (Kompas, 2000). Selain itu, penguasaan pengetahuan dan teknologi
yang kemudian diterapkan di dalam dunia industri terutama pasca Perang Dingin.
Internet tidak lagi semata digunakan untuk kepentingan militer, tetapi beralih fungsi
menjadi sebuah media massa yang mampu membawa perubahan dalam kehidupan
manusia.

7
Internet mulai digunakan sebagai alat propaganda politik, transaksi bisnis atau
perdagangan, sarana pendidikan, kesehatan, manufaktur, perancangan, pemerintah,
prostitusi, pornografi dan kejahatan. Internet telah memberikan cakrawala baru dalam
kehidupan manusia. Internet membawa kita kepada ruang atau dunia baru yang
tercipta yang dinamakan Cyberspace. Cyberspace merupakan tempat seseorang
berada pada waktu yang bersangkutan sedang mengarungi dunia informasi global
interaktif yang bernama internet (Armehdi Mahzar, 1999 : 9).
Dari sekian banyak aktivitas yang ada dalam cyberspace, yang paling
mendapat perhatian adalah perbuatan yang dilakukan oleh para cracker. Gejala
cracker dalam tahun-tahun terakhir memang mencemaskan karena mereka telah
menggunakan keahliannya untuk melakukan kejahatan. Perbuatan-perbuatan yang
dilakukan oleh para cracker tersebut yang dinamakan sebagai cybercrime.
Kriminalitas di internet atau cybercrime pada dasarnya adalah suatu tindak pidana
yang berkaitan dengan cyberspace. Baik yang menyerang fasilitas umum ataupun
kepemilikan pribadi di cyberspace.
Cybercrime dapat dilakukan tanpa mengenal batas teritorial dan tidak
diperlukan interaksi langsung antara pelaku dengan korban kejahatan. Bisa dipastikan
dengan sifat global internet, semua negara yang melakukan kegiatan internet hamper
pasti akan terkena imbas dari perkembangan cybercrime ini.
Memasuki abad 21, memudarnya batas-batas geografis membuat paradigma-
paradigma penyelesaian dan praktik kejahatan lama menjadi tidak terpakai lagi.
Kekuatan jaringan dan personal komputer berbasis Pentium menjadikan setiap
komputer sebagai alat yang potensial bagi para pelaku kejahatan. Globalisasi aktivitas
kriminal yang memungkinkan para penjahat melintas batas elektronik merupakan

8
masalah nyata dengan potensi mempengaruhi setiap negara, hukum dan warga negara
(kompas.com, 2006).

Hacking

Apabila berbicara tentang jaringan komputer yang bernama internet, menurut
kongres PBB ke-10 di Wina, Austria, ada tiga hal yang paling penting pada sistem
komputer dan keamanan data, yaitu : assurance confidentiality, integrity or
availability of data dan processing function (Michael Benedict, 1991 : 2). Dalam
kaitannya dengan keamanan dan integritas jaringan internet yang berbasis komputer,
maka tingkat keamanan yang rendah akan mengakibatkan sistem informasi yang ada
tidak mampu menghasilkan kinerja yang tinggi. Dengan kata lain, keamanan dan
integritas penting dalam upaya menjaga konsistensi kinerja dari sistem atau jaringan
internet yang bersangkutan (Rudi Hendrawan, 1995 : 100).

Kejahatan dunia maya merupakan tindakan kriminal dengan menggunakan
komputer dan internet untuk mencuri data atau merusak sistem komputer tertentu.
Pelaku kejahatan dalam dunia maya diistilahkan dengan peretas (hacker). Eric
Raymond menyebutkan lima ciri-ciri dari peretas, yaitu (Eric Raymond, 1994) :
1. Gemar mempelajari detil sistem komputer atau bahasa pemrograman.
2. Gemar melakukan praktik pemrograman (tidak hanya sebatas teori).
3. Mampu menghargai hasil peretasan (hacking) orang lain.
4. Dapat mempelajari pemrograman dengan cepat.
5. Mahir dalam sistem operasi atau bahasa pemrograman tertentu.
Selain peretas sejati (motifnya hanya untuk belajar), ada juga tipe peretas yang
menyalahgunakan kemampuan mereka untuk melakukan kejahatan melalui komputer
dengan melakukan pencurian nomor kartu kredit sampai ke perusakan jaringan

9
tertentu dalam komputer. Mereka cenderung berada dalam keadaan konflik dengan
pihak kepolisian, administrator jaringan maupun dengan peretas topi putih.
Fenomena semakin merebaknya keberadaan cracker yakni mereka yang
berniat jahat berupa keinginan untuk merusak atau ingin memiliki sesuatu telah
meresahkan banyak pihak. Untuk itu, penting kiranya ada sebuah langkah konkrit
pada tingkatan yang lebih luas untuk melakukan kerjasama dalam upaya
menanggulangi tindak kejahatan di dunia maya tersebut. Walaupun tidaklah mudah
untuk mewujudkannya, akan tetapi bila di lihat dari tingkat kerugian yang diderita,
kerjasama internasional tentang penanggulangan kejahatan dunia maya tetap penting
untuk di kedepankan.

Perlunya Kerjasama Internasional dalam Menangani Kejahatan Di Dunia Maya

Permasalahan yang ditimbulkan akibat perkembangan teknologi komputer dan
informasi, menunjukkan perlu adanya upaya yang menyeluruh untuk menanggulangi
cybercrime. Kesadaran dari para pengguna jasa internet terhadap cyberethics juga
akan turut membantu. Selain itu, kerjasama antara negara-negara pengguna jasa
internet juga membantu menanggulangi paling tidak mengurangi kejahatan internet
yang melintasi batas-batas negara.

Pada dasarnya interaksi internet bersifat bebas (dengan adanya civil
cyberliberty) dan pribadi (privacy). Prinsip-prinsip dasar yang diakui umum dari
aktivitas elektronik melalui internet adalah transparansi, yaitu adanya keterbukaan dan
kejelasan dalam setiap interaksi internet, kehandalan dengan informasi yang dapat
dipercaya serta kebebasan dimana para pelaku bisnis, konsumen ataupun pribadi
dapat secara bebas mengakses atau berinteraksi tanpa adanya hambatan, kesulitan
ataupun tekanan dalam bentuk apapun.

10
Namun
demikian,
kebebasan
cyber dalam aktivitas internet itu haruslah
dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak merugikan kepentingan umum atau
konsumen, melanggar hak pribadi orang lain, mengganggu keamanan nasional,
mengancam integritas bangsa serta melanggar nilai dan norma kesusilaan dan
moralitas. Cyberliberty dalam internet dapat dipakai sebagai media yang efektif untuk
melancarkan ancaman internet (cyberthreat). Cyberliberty juga memudahkan orang
melakukan kejahatan yang merusak moralitas, nilai dan norma seperti perjudian,
prostitusi maupun pornografi.

Telah banyak contoh bentuk kejahatan yang terjadi di dunia maya, seperti
kasus-kasus mafia cyber yang merebak pertengahan tahum 2004 di Amerika Serikat.
Lalu di Indonesia sendiri pernah mengalami, ketika sistem jaringan Komisi Pemilihan
Umum (KPU) pada tahun 2004 disusupi oleh para hacker. Hal ini tentu saja
mencemaskan karena ketika dunia semakin tergantung kepada teknologi dan
manajemen berbasis pada informasi, ternyata kemajuan dalam penanggulangan
kejahatan berbasis teknologi ini dapat dikatakan berjalan perlahan.
Penanggulangan
cybercrime oleh nagara-negara secara bersama sangatlah
penting dilakukan, terutama kerjasama internasional yang menyelenggarakan
pengawasan dan pengontrolan cybercrime. Sesungguhnya cybercrime sangat
mengganggu terutama bagi negara-negara maju yang kebanyakan sistem
administrasinya menggunakan sistem internet.

Pada 23 November 2001 di Budapest, Hongaria, 30 negara sepakat untuk
menandatangani Convention on Cybercrime, merupakan kerjasama multilateral yang
diadakan guna menanggulangi penyebaran aktivitas kriminal melalui internet dan
jaringan komputer lainnya. Melalui kerjasama ini diharapkan dapat menggugah

11
masyarakat internasional untuk ikut berpartisipasi dalam penanggulangan kejahatan
berteknologi tinggi.

Akan tetapi upaya penanggulangan cybercrime ini menemukan masalah dalam
perihal yurisdiksi. Pengertian yurisdiksi sendiri adalah kekuasaan atau kompetensi
hukum negara terhadap orang, benda atau peristiwa (hukum). Yurisdiksi ini
merupakan refleksi dari prinsip dasar kedaulatan negara, kesamaan derajat negara dan
prinsip tidak campur tangan. Yurisdiksi juga merupakan suatu bentuk kedaulatan
yang vital dan sentral yang dapat mengubah, menciptakan atau mengakhiri suatu
hubungan atau kewajiban hukum.
Dalam
kegiatan
cyberspace, Darrel Menthe menyatakan yurisdiksi di
cyberspace membutuhkan prinsip-prinsip yang jelas yang berakar dari hukum
internasional. Hanya melalui prinsip-prinsip yurisdiksi dalam hukum internasional,
negara-negara dapat dihimbau untuk mengadopsi pemecahan yang sama terhadap
pertanyaan mengenai yurisdiksi internet.

Pendapat Menthe ini dapat ditafsirkan bahwa dengan diakuinya prinsip-prinsip
yurisdiksi yang berlaku dalam hukum internasional dalam kegiatan cyberspace oleh
setiap negara, maka akan mudah bagi negara-negara untuk mengadakan kerjasana
dalam rangka harmonisasi ketentuan-ketentuan pidana untuk menanggulangi
cybercrime.

Penutup

Pada dasarnya, teknologi internet merupakan sesuatu yang bersifat netral,
dalam artian bahwa teknologi tersebut tidak bersifat baik ataupun jahat. Akan tetapi
dengan keluasan fungsi dan kecanggihan teknologi informasi yang terkandung di

12
dalamnya ditambah semakin merebaknya globalisasi dalam kehidupan mendorong
para pelaku kejahatan untuk menggunakan internet sebagai sarananya.

Cybercrime pada saatnya akan menjadi bentuk kejahatan serius yang dapat
membahayakan keamanan individu, masyarakat dan negara serta tatanan kehidupan
global. Kegiatan-kegiatan kenegaraan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup
masyarakat dan negara tidak selalu bisa dijamin aman dari ancaman penjahat dalam
dunia maya. Karena pelaku-pelaku cybercrime secara umum adalah orang-orang yang
memiliki keunggulan kemampuan keilmuan dan teknologi. Pada sisi lain, kemampuan
aparat untuk menanganinya sungguh jauh kualitasnya di bawah para pelaku kejahatan
tersebut.
Mengingat
bahwa
cybercrime tidak mengenal batas-batas negara maka dalam
upaya penanggulangannya memerlukan suatu koordinasi dan kerjasama antarnegara.
Cybercrime memperlihatkan salah satu kondisi yang kompleks dan penting untuk
diadakannya suatu kerjasama internasional. Secara hukum hal tersebut telah
mengalami kemajuan sebab di Budapest, Hongaria, 30 negara telah sepakat untuk
menandatangani Convention on Cybercrime, yang merupakan kerjasama internasional
untuk penanggulangan penyebaran aktivitas kriminal melalui internet dan jaringan
komputer lainnya.

Meski demikian efektivitas dan efisiensi pelaksanaannya masih perlu dicari
format yang tepat, karena seperti kasus-kasus sebelumnya banyak konvensi
internasional yang terbentur dalam pelaksanaannya. Salah satu unsur yang akan
menjadi tantangan dalam menerapkan suatu konvensi adalah perbedaan persepsi
terhadap masalah yang bermuara dari perbedaan kepentingan dan pengalaman.
Apalagi di dalam cybercrime ketiadaan batas dalam menanggulanginya merupakan
hal baru dalam sejarah penegakan hukum. Dengan kata lain, masalah kejahatan di

13
dunia maya tetap akan menyita waktu banyak pihak untuk mendapatkan penyelesaian
yang tepat dikarenakan dampak buruknya telah menyebar secara luas ke berbagai
lapisan.

Walaupu nampaknya belum ada suatu bentuk kerjasama internasional yang
benar-benar efektif menghilangkan perilaku kejahatan dalam dunia maya, tetapi
konfrensi di Budapest telah menjadi landasan penting bagi adanya kerjasama-
kerjasama lanjutan berkaitan dengan isu yang sama. Setidaknya, merebaknya
fenomena praktik kejahatan di dunia maya telah menyadarkan banyak pihak akan arti
pentingnya peningkatan kemampuan berkaitan dengan penguasaan teknologi
komputer agar pandangan bahwa pelaku kejahatan selangkah lebih maju dari kita bisa
ditumbangkan. Ketika masalah praktik kejahatan dalam dunia maya telah menjadi isu
politik, maka peluang ke arah kerjasama menjadi lebih terbuka dan memiliki arti yang
signifikan untuk diselesaikan.

Daftar Pustaka
Brown, S, New Forces, Old Forces and The Future of The World Politics (Boston :
Scott and Foresmand Company, 1998)

Baylis, John, The Globalization of World Politics : An Introduction To International
Relation (New York : Oxford University, Press Inc, 1998)

Benedict, Michael, Cyberspace, (Massachusetts : MIT Press, 1991)

Hendrawan, Rudi, Computer Fraud, (Bandung : UNPAR, 1995)

Kegley Jr, Wittoft, World Politics (New York : St. Mountin Press, 1997)

Raymond, Eric, The New Hacker’s Dictionary (Masachussets : MIT Press, 1994)

Rosenau, J.N, Turbulence In World Politics, A Theory Of Change And Continuity
(New York : Harvester, 1990)

Rahardjo, Agus, Cybercrime: Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan
Berteknologi (Bandung : PT. Chitra Aditya Bhakti, 2002)


14
Zaleski, Jeff, Spiritualitas Cyberspace, Bagaimana Teknologi Komputer
Mempengaruhi Kehidupan Keberagaman Manusia (Bandung : Mizan, 1999)

Kompas, 28 Juni 2000
http://www.pikiran-rakyat.com Diakses tanggal 17 November 2006

http://kompas.com/kompas Diakses tanggal 17 November 2006

http://www.detikinet.com Diakses tanggal 18 November 2006

www.komonfo.go.id Diakses tanggal 18 November 2006

Tidak ada komentar:

Posting Komentar