Entri Populer

Minggu, 07 Februari 2010

STATUS DAN KEDUDUKAN MPR PASCA AMANDEMEN KE-IV UUD 1945

Abstrak

Sebelum amandemen UUD 1945, Republik Indonesia menganut prinsip supremasi MPR atau supremasi parlemen. Artinya, paham kedaulatan rakyat diorganisasikan melalui pelembagaan MPR sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia. Gagasan untuk meniadakan kedudukan MPR pada amandemen ke-IV tahun 2002 sebagai lembaga tertinggi negara secara konseptual ingin menegaskan bahwa MPR bukanlah satu-satunya lembaga yang melaksanakan kedaulatan rakyat. Setiap lembaga yang mengemban tugas-tugas politik negara dan pemerintahan adalah pelaksana kedaulatan rakyat. Sehingga konsekuensi terhadap amandemen ke-IV UUD 1945 telah mengubah sedikit banyak tentang struktur ketatanegaraan di Indonesia baik secara sistem maupun secara kelembagaan. Sistem yang diterapkan pada lembaga MPR (pasca amandemen) telah berimplikasi pada sistem perwakilan di parlemen.

Keywords: amandemen; MPR; status dan kedudukan; struktur ketatanegaraan; sistem perwakilan

A. Pendahuluan

Sebagai bangsa yang merdeka, Indonesia membentuk suatu negara nasional dan mengatur susunan negara (ketatanegaraan) dalam suatu konstitusi, dalam hal ini Undang-Undang Dasar. Konstitusi memiliki arti dan peranan penting dalam suatu negara karena hakikat sebuah konstitusi merupakan cerminan jiwa, semangat, nilai moral (akhlak), nilai budaya dan ideologi, serta filsafat perjuangan sebuah bangsa. Konstitusi sebagai hukum tertinggi di Republik Indonesia tidak lain adalah Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945). UUD 1945 memuat baik cita-cita, dasar-dasar, serta prinsip-prinsip penyelenggaraan negara. Cita-cita pembentukan negara kita kenal dengan istilah tujuan nasional yang tertuang dalam alenia keempat Pembukaan UUD 1945, yaitu (a) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; (b) memajukan kesejahteraan umum; (c) mencerdaskan kehidupan bangsa; dan (d) ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Oleh sebab itulah mengapa konstitusi dianggap sangat sakral. Namun, sebuah konstitusi hanyalah merupakan sebuah teks secara tertulis seperti UUD (walaupun ada negara yang tidak memiliki konstitusi secara tertulis, seperti Inggris, Israel, Saudi Arabia). Sehingga sebuah UUD yang disebut sebagai hukum tertinggi pun tak luput dari kelemahan-kelemahan yang harus selalu disempurnakan dan disesuaikan dengan seluruh sendi kehidupan kebangsaan. Seperti pernyataan Moris, salah seorang peserta dan penanda tangan naskah UUD Amerika Serikat (ditetapkan tahun 1787) menyatakan “nothing human can be perfect. Surrounded by difficulties, we did the best we could; leaving it with those who should come after us to take council from experience, and exercise prudently the power of amandement, which we had provided…” . Sejak saat itu, UUD Amerika Serikat (selama kurang lebih dua ratus tahun) telah dilakukan amandemen sebanyak 27 kali.

Fakta sejarah mengenai amandemen UUD 1945 juga telah membuktikan bahwa perlunya suatu penyempurnaan. Misalnya dalam dua dekade pemerintahan (orde lama dan orde baru) dengan menggunakan UUD 1945 mewujudkan suatu pemerintahan yang otoriter dan jauh daru tujuan-tujuan bernegara. Sehingga ketika rezim orde baru tumbang timbul keinginan untuk mengamandemen UUD 1945. Berikut ini adalah alasan-alasan lain mengapa perlunya UUD 1945 diamandemen, antara lain:

1) Alasan historis; sejak semula dalam sejarahnya UUD 1945 memang didesain oleh para pendiri negara kita (BPUPKI dan PPKI) sebagai UUD yang bersifat sementara karena dibuat dan ditetapkan dalam suasana tergesa-gesa.

2) Alasan filosofis; UUD 1945 terdapat percampuradukan berbagai gagasan yang saling bertentangan, seperti antara paham kedaulatan rakyat dengan paham integralistik, antara negara hukum dengan paham negara kesatuan.

3) Alasan teoritis; dari pandangan teori konstitusi (konstitusionalisme), keberadaan konstitusi bagi suatu negara pada hakikatnya adalah untuk membatasi kekuasaan negara agar tidak bertindak sewenang-wenang, tetapi justru UUD 1945 kurang menonjolkan pembatasan kekuasaan tersebut, melainkan lebih menonojolkan prinsip totaliterisme (staats idee integralistik).

4) Alasan yuridis; adanya klausul perubahan dalam Pasal 37.

5) Alasan praktis-politis; tidak adanya pembatasan kekuasaan serta pasal-pasal dalam UUD bisa menimbulkan multiinterpretasi yang dapat disalagunakan oleh penguasa.

Selama rentang waktu empat tahun (1999 – 2002) UUD telah mengalami perubahan sebanyak empat kali. Perubahan pertama yang menjadi fokus adalah mengenai pembatasan kekuasaan Presiden dan memperkuat kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat sebagai lembaga legislatif. Perubahan kedua meliputi masalah wilayah negara dan pembagian pemerintahan daerah, menyempurnakan perubahan pertama dalam hal memperkuat kedudukan DPR, dan ketentuan-ketentuan yang terperinci tentang HAM. Kemudian materi perubahan ketiga UUD 1945 ialah ketentuan tentang asas-asas landasan bernegara, kelembagaan negara dan hubungan antar lembaga negara, dan ketentuan-ketentuan tentang pemilihan umum. Sedangkan materi perubahan keempat adalah ketentuan tentang kelembagaan negara dan hubungan antar lembaga negara, penghapusan Dewan Pertimbangan Agung (DPA), ketentuan tentang pendidikan dan kebudayaan, ketentuan tentang perekonomian dan kesejahteraan sosial, dan aturan peralihan serta aturan tambahan.

Tabel 1. Perubahan-Perubahan dalam Amandemen UUD 1945

Perubahan Pasal-Pasal

I, tahun 1999 Pasal 5 ayat (1), Pasal 7, Pasal 9, Pasal 13 ayat (2), Pasal 14, Pasal 15, Pasal 17 ayat (2) dan (3), Pasal 20, dan Pasal 22 UUD 1945

II, tahun 2000 Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 19, Pasal 20 ayat (5), Pasal 20A, Pasal 22A, Pasal 22B, Bab IXA, Pasal 28A, Pasal 28B, Pasal 28C, Pasal 28D, Pasal 28F, Pasal 28G, Pasal 28H, Pasal 28I, Pasal 28J, BabXII, Pasal 30, Bab XV, Pasal 36A, Pasal 36B, Pasal 36C UUD 1945

III, tahun 2001 Pasal 1 ayat (2) dan (3), Pasal 3 ayat (1), (3), dan (4), Pasal 6 ayat (1) dan (2), Pasal 6A ayat (1), (2), (3), dan (5), Pasal 7A, Pasal 7B ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6), dan (7), Pasal 7C, Pasal 8 ayat (1) dan (2), Pasal 11 ayat (2) dan (3), Pasal 17 ayat (4), Bab VIIA, Pasal 22C ayat (1), (2), (3), dan (4), Pasal 22D ayat (1), (2), (3), dan (4), Bab VIIB, Pasal 22E ayat (1), (2), (3), (4), (5), dan (6), Pasal 23 ayat (1), (2), dan (3), Pasal 23A, Pasal 23C, Bab VIIIA, Pasal 23E ayat (1), (2), dan (3), Pasal 23F ayat (1) dan (2), Pasal 23G ayat (1) dan (2), Pasal 24 ayat (1) dan (2), Pasal 24A ayat (1), (2), (3), (4), (5), dan (6) UUD 1945

IV, tahun 2002 Pasal 2 ayat (1), Pasal 6A ayat (4), Pasal 8 ayat (3), Pasal 11 ayat (1), Pasal 16, Pasal 23B, Pasal 23D, Pasal 24 ayat (3), Bab XIII, Pasal 31 ayat (1), (2), (3), (4), dan (5), Pasal 32 ayat (1), (2), (3), dan (4), Bab IV, Pasal 33 ayat (4) dan (5), Pasal 34 ayat (1), (2), (3), dan (4), Pasal 37 ayat (1), (2), (3), (4), dan (5), Aturan Peralihan Pasal I, II, dan III, Aturan Tambahan Pasal I dan II UUD 1945

Perubahan-perubahan yang tersebut diatas meliputi hampir keseluruhan materi UUD 1945. Setelah perubahan (hingga perubahan keempat), materi mauatan UUD 1945 mencakup 199 butir ketentuan dari 71 butir ketentuan berdasarkan naskah aslinya. Sehingga dapat dikatakan, Indonesia mempunyai sebuah konstitusi baru dengan nama resmi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pasca amandemen (perubahan) keempat UUD 1945, telah terjadi perubahan menonjol dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Perubahan UUD 1945 mengakibatkan adanya perubahan kedudukan dan hubungan beberapa lembaga negara. Setidaknya terdapat 28 subyek kelembagaan atau subyek hukum tata negara dan administrasi negara. Lembaga-lembaga tersebut ada yang merupakan lembaga-lembaga baru seperti Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial, Dewan Pertimbangan Presiden. Namun lembaga-lembaga lama yang masih mempunyai kewenangan dalam pemerintahan seperti legislatif dan eksekutif, masih tetap ada. Hanya saja, kewenangan-kewenangan masing-masing lembaga tersebut lebih dipertegas. Hal ini dikarenakan alasan-alasan mengapa UUD 1945 perlu diamandemen agar tidak terjadi executive heavy serta benar-benar menjalankan sistem check and balances. Kemudian dari masing-masing lembaga tersebut, ada yang diberi kewenangan langsung oleh UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 seperti misalnya MPR, DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden. Ada pula yang hanya disebutkan secara eksplisit nama lembaganya saja serta hanya disebutkan fungsinya saja, misalnya KPK, KPU, Bank Sentral, dan sebagainya.

Selain perubahan terhadap struktur ketatanegaraan, perubahan UUD 1945 berimplikasi pada sistem ketatanegaraan dan sistem politik di Indonesia. Yang menarik untuk dikaji secara mendalam ialah tentang lembaga Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). MPR yang selama ini super body tak luput menjadi incaran untuk diamandemen. Hal tersebut memang harus dilakukan, mengingat penyelenggaraan kedaulatan rakyat melalui sistem supremasi MPR telah menimbulkan kekuasaan yang begitu besar dibidang eksekutif. Keadaan yang demikian telah menempatkan MPR hanya sebatas pelengkap demokrasi saja. Namun setelah amandemen, terjadi perombakan besar-besaran dalam tubuh MPR. Jika dahulu terdapat utusan-utusan golongan maupun daerah, maka sekarang utusan-utusan tersebut dihilangkan dan diganti dengan sebuah lembaga baru yaitu Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Tentunya implikasi yang terjadi ialah munculnya sistem perwakilan yang ada di parlemen. Karena setelah muncul lembaga DPD, maka Indonesia memiliki sistem dan pelembagaan yang berbeda dalam parlemen.

B. Eksistensi MPR dalam Sistem Ketatanegaraan Pasca Amandemen

Salah satu alasan mengapa MPR perlu dirombak (dalam amandemen UUD 1945) karena kekuasaan yang besar dari MPR itu sendiri, tidak jarang diselewengkan atau dipergunakan sebagai alat memperbesar kekuasaan Presiden di luar ketentuan UUD 1945. Sebagai contohnya ialah pemberian kekuasaan tidak terbatas pada Presiden melalui TAP MPR No.V/MPR/1998 tentang Pemberian Tugas dan Wewenang Khusus Kepada Presiden/Mandataris MPR RI dalam Rangka Penyuksesan dan Pengamanan Pembangunan Nasional Sebagai Pengamalan Pancasila.

Praktik-praktik yang melanggar UUD 1945 di atas, meyebabkan MPR dalam Sidang Tahunan 2001 memutuskan meniadakan Pasal 1 ayat (2) dan menggantinya menjadi: “kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD”. Perubahan itu mengisyaratkan bahwa kedudukan MPR tidak lagi sebagai lembaga tertinggi negara namun hanya menjadi lembaga negara yang setara dengan Presiden. Hal ini merupakan suatu perubahan yang fundamental dalam sistem ketatanegaraan Indonesia karena prinsip supremasi MPR telah berganti menjadi keseimbangan antar lembaga negara.

Tabel 2. Struktur Ketatanegaraan Pasca Amandemen UUD 1945

Dihilangkannya MPR yang berkedudukan sebagai Lembaga Tertinggi Negara membawa konsekuensi bagi penyelenggaraan Negara. Salah satu konsekuensinya ialah kedudukan ketetapan-ketetapan MPR (TAP MPR) yang telah banyak dikeluarkan sebelumnya mengingat bahwasanya MPR bukan lagi sebagai Lembaga Tertinggi Negara. Kedudukan TAP MPR berdasarkan ketentuan Pasal 2 TAP MPR No. III/MPR/2000, hasil produk MPR tersebut menempati urutan kedua setelah UUD.

Untuk mengatasi masalah tersebut diatas, seyogianya dilakukan pengalihan pengaturan terhadap tap-tap MPR yang telah dikeluarkan itu sesuai dengan materi yang diatur, seandainya ketentuan-ketentuan yang dimaksud dirasakan masih diperlukan. Terhadap tap-tap MPR yang mengatur hal-hal yang bersifat pokok menyangkut kepentingan rakyat dan negara secara umum dimasukkan menjadi materi yang diatur oleh konstitusi. Sedangkan terhadap tap-tap MPR yang bersifat mengatur masalah penyelenggaraan negara, materi pengaturan dialihkan untuk menjadi undang-undang.

Sebagai wujud bahwa TAP MPR tidak lagi dimasukkan kedalam hirarki peraturan perundang-undangan dapat dilihat dari ketentuan UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Tabel 3. Perbandingan Hirarki Peraturan Perundang-undangan menurut TAP MPR No.III/MPR/2000 dengan UU No.10 Tahun 2004 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

TAP MPR No.III/MPR/2000 UU No.10 Tahun 2004 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

1. Undang-undang Dasar 1945;

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia;

3. Undang-undang;

4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu);

5. Peraturan Pemerintah;

6. Keputusan Presiden;

7. Peraturan Daerah.

1. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang;

3. Peraturan Pemerintah;

4. Peraturan Presiden;

5. Peraturan Lembaga Negara Non Pemerintah;

6. Peraturan Menteri;

7. Peraturan Lembaga Negara Non Departemen;

8. Peraturan Daerah;

9. Peraturan Gubernur;

10. Peraturan Bupati/Walikota;

11. Peraturan Kepala Desa.

C. Desain Kelembagaan MPR Pasca Perubahan

Gagasan meniadakan untuk meniadakan kedudukan MPR sebagai Lembaga Tertinggi Negara secara konseptual ingin menegaskan, MPR bukan satu-satunya lembaga yang melaksanakan kedaulatan rakyat. Setiap lembaga yang mengemban tugas-tugas politik negara dan pemerintahan (tidak termasuk kekuasaan kehakiman) adalah pelaksana kedaultan rakyat dan harus tunduk serta bertanggung jawab kepada rakyat.

Seperti yang terlihat pada tabel 3, struktur kelembagaan MPR saat ini (pasca amandemen) terdiri dari DPR dan DPD. Hal ini merupakan perwujudan dari perubahan Pasal 2 ayat (1) UUD 1945 berbunyi “Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat, ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan, menurut aturan yang ditetapkan dengan undang-undang” kemudian setelah diubah berbunyi “Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang.” Perubahan Pasal 2 ayat (1) menghapuskan unsur Utusan Golongan dan mengubah Utusan Daerah menjadi DPD. Penghapusan golongan menurut Bagir Manan, lebih didorong pertimbangan pragmatik daripada konseptual. Pertama, tidak mudah menentukan golongan yang diwakili. Kedua, cara pengisiannya mudah menimbulkan kolusi politik antara golongan yang diangkat dengan yang mengangkat. Kemudian perubahan sistem utusan daerah dimaksudkan agar lebih demokratik dan meningkatkan keikutsertaan daerah dalam penyelenggaraan sehari-hari praktik negara dan pemerintahan, disamping sebagai forum memperjuangkan kepentingan daerah.

Perubahan susunan MPR yang terdiri dari DPR dan DPD, seolah mengarah pada pembentukan sistem dua kamar (bikameral). Tetapi dari susunan yang menyebutkan terdiri dari anggota-anggota DPR dan DPD, tidak tergambar konsep dua kamar. Karena dalam konsep dua kamar, bukan anggota yang menjadi unsur tetapi badan yaitu DPR dan DPD. Jika anggota yang menjadi unsur, maka MPR adalah badan yang berdiri sendiri di luar DPR dan DPD.

Perubahan-perubahan yang mendasar dalam kerangka struktur parlemen Indonesia terjadi mengenai hal-hal sebagai berikut:

1) Susunan keanggotaan MPR berubah secara struktural karena dihapuskannya keberadaan utusan golongan yang mencerminkan prinsip perwakilan fungsional (functional representation) dari unsur keanggotaan MPR.

2) Bersamaan dengan perubahan struktural tersebut, maka MPR bukan lagi sebuah lembaga yang supreme body yang memiliki kewenangan tertinggi dan tanpa kontrol, sehingga kewenangannya pun berubah secara mendasar.

3) Diadopsinya prinsip pemisahan kekuasaan (separation of powers) secara tegas antara fungsi legislatif dan eksekutif dalam perubahan UUD 1945.

4) Diadopsinya prinsip pemilihan Presiden satu paket dengan Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat. Maka konsep dan sistem pertanggungjawaban Presiden tidak lagi kepada MPR, melainkan langsung oleh rakyat.

D. Kesimpulan

MPR pasca amandemen keempat UUD 1945 telah banyak mengalami perubahan serta perkembangan mendasar baik bagi sistem pemerintahan maupun bagi MPR secara struktural. Dengan diubahnya Pasal 1 ayat (2) telah memberikan konsekuensi bahwa MPR bukan lagi Lembaga Tertinggi Negara atau supreme body. Ketentuan baru ini menggambarkan sebuah susunan kelembagaan negara yang tadinya vertikal hirarkis (spremasi MPR) menjadi horizontal fungsional dengan prinsip saling mengimbangi dan saling mengawasi antar lembaga negara (check and balances).

Perubahan lain yang terjadi dalam lingkup MPR ialah perubahan keanggotan yang menghilangkan Utusan Golongan dan mengubah Utusan Daerah menjadi DPD. Sebuah lembaga perwakilan yang apabila bergabung dengan DPR akan membentuk MPR. Dengan kata lain, MPR (saat ini) terdiri dari anggota DPR dan DPD. Konsekuensi dari sistem perwakilan seperti ini ialah kerancuan terhadap sistem perwakilan yang diterapkan di Indonesia. Apakah itu unikameral, bikameral, atau trikameral? Namun ada beberapa pakar menyebutkan bahwa semuanya tidak tercakup dalam sistem perwakilan kita, sehingga ada yang menyebut bahwa sistem perwakilan di Indonesia ialah “sistem MPR”. Namun yang paling mendekati adalah sistem perwakilan bikameral mangingat tidak adanya lagi Utusan Golongan di MPR.

Sehingga menurut hemat penulis, perlunya penyempurnaan tentang sistem perwakilan apa yang dipakai oleh Indonesia, agar tidak terjadi kerancuan kewenangan antar lembaga perwakilan Indonesia.
Lembaga negara adalah lembaga pemerintahan atau “Civilizated Organization” Dimana lembaga tersebut dibuat oleh negara , dari negara, dan untuk negara dimana bertujuan untuk membangun negara itu sendiri . Lembaga negara terbagi dalam beberapa macam dan mempunyai tugas nya masing – masing antara lain
Tugas Lembaga Negara

Tugas umum lembaga negara antara lain :

1. Menjaga kestabilan atau stabilitas keamanan , politik , hukum , ham , dan budaya
2. Menciptakan suatu lingkungan yang kondusif , aman , dan harmonis
3. Menjadi badan penghubung antara negara dan rakyatnya
4. Menjadi sumber insipirator dan aspirator rakyat
5. Memberantas tindak pidana korupsi , kolusi , maupun nepotisme
6. Membantu menjalankan roda pemerintahan negara

Dalam Negeri

1. DPR atau dewan perwakilan rakyat bertugas untuk menampung segala usulan dari rakyat
2. MPR Majelis perwakilan rakyat dimana bertugas mengatur susunan amandemen / UUD 1945
3. TNI Tentara Nasional Indonesia bertugas untuk mengatur keamanan dan stabilitas negara
4. PN Pengadilan negeri bertugas untuk menghukum atau mengadili masalah masalah yang berkaitan dengan hukum perdata maupun hukum pidana
5. KPK Komisi pemberantasan korupsi bertugas untuk memberantas para oknum / aparat yang melakukan tindak korupsi

Luar Negeri

Adapun lembaga negara luar negeri yang bersifat internasional adalah sebagai berikut .

1. FBI Federal Bureau Investigation “yang bertugas mengatasi masalah tindak pidana dalam maupun luar negeri”.
2. CIA Central intellegence of America ” yang bertugas “dibalik layar” dalam urusan keamanan eksternal dan internal dari amerika maupun negara-negara lainnya

Lembaga Negara-negara

Adapun artinya adalah lembaga yang anggotanya terdiri dari beberapa negara dan mempunyai fungsi menjaga kestabilan anggota-anggotanya . Dan Menciptakan suatu kerja sama regional antar negara anggota baik bilateral dan multiteral sehingga tercipta hubungan simbiosis mutualisme antar negara anggota contoh lembaga negara-negara adalah

1. PBB Perserikatan bangsa-bangsa terdiri dari banyak negara di seluruh dunia dan berfungsi menjaga kestabilan politik , ekonomi , pangan , dan keamanan di seluruh dunia
2. NATO Terdiri dari negara-negara superpower gabungan antara eropa dan amerika seperti amerika serikat , inggris dan rusia bertugas menjaga keamanan dan meningkatkan hubungan kerja sama regional antar amerika-eropa.dalam kenyataannya lebih bertugas menjaga keamanan di seluruh dunia atau bisa disebut juga “polisi dunia”
3. ASEAN Association of South East Asia Nation adalah badan / lembaga negara-negara yang beranggotakan negara – negara di asia tenggara yang bertugas menjaga dan meningkatkan hubungan dan keharmonisan baik di bidang politik , sosial , budaya , ekonomi

Persoalan yang terjadi tentang lembaga negara

* Seringkali lembaga negara disalahartikan sebagai alat politik dan militer salah satu contohnya nato , nato dijadikan dalih uni eropa dan amerika sebagai alat militer untuk menyerang negara-negara timur tengah guna memonopoli minyaknya.Namun begitu , Nato mempunyai peran yang besar karena juga menjaga stabilitas ekonomi dunia
* Ada juga jika terjadi suatu peperangan atau pertikaian dan konflik maka negara anggota suatu lembaga negara negara akan dibela sedangkan yang bukan akan dimusuhi atau dikenai sanksi
* Seringkali PBB bukan menjadi perserikatan bangsa-bangsa akan tetapi amerika justru yang lebih mendominasi karena amerika merupakan salah satu pendiri pbb dan penyokong dana pbb oleh karena itu amerika bebas untuk melakukan intervensi kepada negara-negara yang sedang terjadi pertikaian dan bebas untuk menjatuhkan sanksi atau menyerang negara-negara yang dianggap membangkang / keluar dari jalur pbb


E. Daftar Pustaka

Bagir Manan, DPR, DPD, dan MPR dalam UUD 1945 Baru, FH UII Press, Yogyakarta, 2003

Hendarmin Ranadireksa, Visi Politik Amandemen UUD 1945 Menuju Konstitusi yang Berkedaulatan Rakyat, Pancur Siwa, Jakarta, 2002

Jimly Asshiddiqie, Bagir Manan, dkk, Gagasan Amandemen UUD 1945 dan Pemilihan Presiden secara Langsung, Setjen & Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, Cetakan kedua, 2006

Jimly Asshiddiqie, Implikasi Perubahan UUD 1945 terhadap Pembangunan Hukum Nasional, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jakarta, 2005

Jimly Asshiddiqie, Struktur Ketatanegaraan Indonesia setelah Perubahan Keempat UUD Tahun 1945, makalah disampaikan dalam simposium yang dilakukan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman dan HAM, 2003

Jurnal Konstitusi Vol. 4 No. 3, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jakarta, 2007

Ketetapan MPR RI No. 1/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR RI Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002

Ketetapan MPR RI No. III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Perundang-Undangan

Tim Kajian Amandemen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Amandemen UUD 1945 Antara Teks dan Konteks dalam Negara yang Sedang Berubah, Sinar Grafika, Jakarta, 2000

Undang-Undang Dasar 1945 amandemen I, II, III, dan IV

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar