Entri Populer

Jumat, 02 Juli 2010

Makalah Hukum

Pasal 43 Rancangan Undang Undang Hukum Acara
Pidana Ditinjau dari Aspek Hukum Administrasi Negara
Sebagai karya agung anak bangsa yang dengan intregitas dan semangat untuk
mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang melindungi kepentingan warga
negaranya sesuai dengan Pembukaan UUD 45 hendaknya kita pertahankan terus sampai
negara itu runtuh. Oleh karenanya Pasal 44 ayat 1,2 UU. No. 8/1981 tidak perlu diubah
menjadi Pasal 43 RUUHAP, karena ini akan mengingkari cita cita bangsa Indonesia,
dimana Pasal 44 KUHAP berbunyi :
1. Benda sitaan disimpan dalam Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara.
2. Penyimpanan benda sitaan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan tanggung jawab
atasnya ada pada pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan dalam
proses peradilan dan benda tersebut dilarang untuk dipergunakan oleh siapapun juga.
Kata penyimpanan benda sitaan dilaksanakan dengan sebaik baiknya mengandung arti
bahwa benda tersebut senantiasa dipertahankan keutuhanya sehingga pada waktunya
nanti dikembalikan kepada yang berhak tidak mengalami penurunan kwalitas maupun
kwantitas .
Kata benda tersebut dilarang untuk dipergunakan oleh siapapun juga mempunyai
maksud agar benda tersebut terhindar dari segala kemungkinan kemungkinan yang dapat
mempengaruhi akurasi pembuktian dimuka persidangan.
Pasal ini harus dipertahankan terus melalui proses pembentukan Undang undang tentang
hukum acara pidana mendatang dengan mencantumkan secara tegas tentang peran dan
fungsi RUPBASAN sebagai institusi yang terpisah dari aparatur penegak hukum lainnya
dalam system peradilan pidana secara akuntabel, Fungsi pengawasan atau saling kontrol
dapat terjadi antara institusi penegak hukum satu dengan lainya, namun ini bukan
rentang birokrasi yang panjang, tetapi lebih merupakan kepastian aturan main dan
keteraturan.
Kita juga menyadari bahwa pembentukan Undang undang tidak terlepas dari asas-asas
pembuatan peraturan perundang undangan yang baik,seperti yang saya jelaskan dibawah
ini ;
1. Asas kepastian hukum (principle of legal security).
2. Asas keseimbangan ( principle of proportionality).
3. Asas kesamaan dalam mengambil keputusan (principle of quality).
4. Asas bertindak cermat (principle of carefulness).
5. Asas motivasi untuk setiap keputusan (principle of motivation).
6. Asas jangan mencampur adukan kewenangan (principle of misuse of competence).
7. Asas permainan yang layak (principle of fair play).
8. Asas keadilan / kewajiban (principle of reasonableness of prohibition of arbiternees).
9. Asas menanggapi hal yang wajar (principle of meeting reased espectation ).
10.Asas meniadakan akibat suatu keputusan yang batal
11.Asas perlindungan dan pandangan hidup ( principle of protecting way of life ).
12.Asas kebijaksanaan ( principle of sapienstie ).
13.Asas penyelenggaraan kepentingan umum ( principle of public service ).
Selain dari aspek tata cara pembuatan undang undang yang baik kami pun membahas
Page 2
dari aspek hukum administrasi negara, bahwa penyelenggaraan pemerintahan yang baik
adalah pemerintah yang berorientasi pada good governance.
Karakteristik good governance menurut :
a. BHATA dan NISJAR :
1. Akuntabilitas ( accountability ).
2. Transparansi ( tansparancy ).
3. Keterbukaan ( openness ).
4. Rule of law.
b. GANIE ROCHMAN :
1. Accountability.
2. Adanya kerangka umum
( rule of law ).
3. Informasi.
4. Transparansi.
c. United Nations Development Programme ( UNDP ) sebagai mana dikutip Lembaga
Administrasi Negara :
1. Participation.
2. Rule of law.
3. Transparancy.
4. Responsiveness.
5. Consensus orientation.
6. Equity.
7. Effectiveness and efficiency.
8. Accountability.
9. Strategic vision.
Saya sependapat dengan kesimpulan tulisan praktisi hukum Sdr. OTTO CORNELIS
KALIGIS tentang fungsi pengawasan dalam KUHAP. :
1. RUU HAP perlu memeperhatikan mengenai pengawasan, khususnyapengawasan
terhadap tindakan lembaga Penyidikan dan Penuntutan.
Pengawasan dapat dimulai dengan memisahkan dan mengatur secara tegas tentang
wewenang dan fungsi lembaga penyidikan dan penuntutan agar tidak lagi terjadi
tumpang tindih, seperti yang terjadi selama ini dibawah UU. No. 8 Tahun 1981.
Berdasarkan kasus dalam praktek peradilan pidana, penyimpangan paling banyak dan
paling mungkin terjadi karena tumpang tindih fungsi dan wewenang lembaga penyidikan
dan penuntutan.
2. Konsep praperadilan yang dianut oleh KUHAP adalah salah satu bentuk pengawasan
yang cukup ampuh. Karena itu sudah selayaknya dipertahankan dan tidak ada urgensinya
untuk diubah kepada bentuk Hakim Komisaris. Karena permasalahan dalam kasus-kasus
praperadilan tidak terletak pada masalah indepedensi hakimnya, tetapi terletak pada
masalah pelaksanaan putusan dan wewenang praperadilan yang terlalu sempit.
3. Perluasan wewenang itu juga seharusnya meliputi segala hal yang dipandang dapat
mengurangi dan merugikan hak asasi seseorang yang sementara diperiksa/ disidik atau
dituntut. Karena praperadilan sudah seharusnya memainkan perannya bukan hanya
sebagai lembaga pemutus perkara, tetapi lebih-lebih sebagai lembaga pengawasan .
Page 3
Demikianlah catatan kritis kami, mudah-mudahan dapat dijadikan reverensi bagi Team
Penyusun Rancangan Undang Undang Hukum Acara Pidan pada Direktorat Jenderal
Peraturan Perundang undangan dalam rangka membentuk KUHAP mendatang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar