Entri Populer

Senin, 07 Februari 2011

Masalah perlindungan konsumen semakin gencar dibicarakan. Permasalahan ini tidak akan pernah habis dan akan selalu menjadi bahan perbincangan di masyarakat. Selama masih banyak konsumen yang dirugikan, masalahnya tidak akan pernah tuntas. Oleh karena itu, masalah perlindungan konsumen perlu diperhatikan. Permasalahan yang dihadapi konsumen Indonesia saat ini, seperti juga yang dialami konsumen di negara – negara berkambang lainnya, tidak hanya pada soalcara memilih barang, tetapi jauh lebih kompleks, yaitu mengenai kesadaran semua pihak, baik dari pengusaha, pemerintah, maupun konsumen sendiri tentang pentingnya perlindungan konsumen. Pelaku usaha menyadari bahwa mereka harus menghargai hak-hak konsumen dengan memproduksi barang dan jasa berkualitas, aman dimakan/digunakan, mengikuti standar yang berlaku, serta harga yang sesuai. Latar belakang perlindungan konsumen Hak konsumen yang diabaikan oleh pelaku usaha perlu dicermati secara seksama. Pada era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini, banyak bermunculan berbagai macam produk barang/pelayanan jasa yang dipasarkankepada konsumen di tanah air, baik melalui promosi, iklan, maupun penawaran barang secara langsung. Jika tidak berhati-hati dalam memilih produk barang/jasa yang diinginkan, konsumen hanya akan menjadi objek eksploitas dari pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab. Tanpa disadari, konsumen menerima begitu saja barang/jasa yang dikonsumsinya. Perkembangan perekonomian, perdagangan, dan perindustrian yang kian hari kian meningkat telah memberikan kemanjaan yang luar biasa kepada konsumen karena ada beragam variasi produk barang dan jasa yang bias dikonsumsi. Perkembangan globalisasi dan perdagangan besar didukung oleh teknologi informasi dan telekomunikasi yang memberikan ruang gerak yang sangat bebas dalam setiap transaksi perdagangan, sehingga barang/jasa yang dipasarkan bisa dengan mudah dikonsumsi. Menurut Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU Perlindungan Konsumen), faktor utama yang menjadi penyebab eksploitasi terhadap konsumen sering terjadi adalah masih rendahnyatingkat kesadaran konsumen akan haknya. Tentunya, hal tersebut terkait erat dengan rendahnya pendidikan konsumen. Oleh karena itu, keberadaan UU Perlindungan Konsumen adalah sebagai landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan konsumen.Definisi Perlindungan Konsumen Berdasarkan UU Perlindungan Konsumen Pasal 1 Angka 1 disebutkan bahwa “Perlindungan konsumen adalah segala upayayang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”. Kepastian hukum untuk melindungi hak-hak konsumen, yang diperkuat melalui undang-undang khusus, memberikan harapan agar pelaku usaha tidak lagi sewenang-wenang yang selalu merugikan hak konsumen. Dengan adanya UU Perlindungan Konsumen beserta perangkat hukum lainnya, konsumen memiliki hak dan posisi yang berimbang, dan2
mereka pun bisa menggugat atau menuntut jika ternyata hak-haknya telah dirugikan atau dilanggar oleh pelaku usaha. Perlindungan konsumen yang dijamin oleh undang-undang ini adalah adanya kepastian hukum terhadap segala perolehan kebutuhan konsumen, yang bermula dari ”benih hidup dalam rahim ibu sampai dengan tempat pemakaman dan segala kebutuhan diantara keduanya”. Kepastian hukum itu meliputi segala upaya berdasarkab atas hukum untuk memberdayakan konsumen memperoleh atau menentukan pilihannya atas barang dan/atau jasa kebutuhannya serta mempertahankan atau membela hak-haknya apabila dirugikan oleh perilaku pelaku usaha penyedia kebutuhan konsumen.

Sejarah Perlindungan Konsumen
Masalah perlindungan konsumen di Indonesia baru mulai terjadipada dekade 1970-an. Hal ini ditandai dengan berdirinya Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pada bulan Mei 1973. Ketika itu, gagasan perlindungan konsumen disampaikan secara luas kepada masyarakat melalui berbagai kegiatan advokasi konsumen, seperti pendidikan, penelitian, pengujian, pengaduan, dan publikasi media konsumen. Ketika YLKI berdiri, kondisi politik bangsa Indonesia saat itu masih dibayang-bayaingi dengan kampanye penggunaan produk dalam negeri. Namun, seiring perkembangan waktu, gerakan perlindungan konsumen dilakukan melalui koridor hukum yang resmi, yaitui bagaimana memberikan bantuan hukum kepada masyarakat atau konsumen. Berbagai kegiatan tersebut berbentuk pembahasan ilmiah/non ilmiah, seminar- seminar, penyusunan naskag penelitian, pengkajian dan naskah akademik RUU (perlindungan konsumen). Sekedar untuk mengingat secara historis, beberapa diantara kegiatan tersebut adalah sebagai berikut: a.Seminar Pusat Studi Hukum Dagang, Fakultas Hukum Universitas Indonesia tentang masalah Perlindungan Konsumen (15-16 Desember 1975) b.Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman RI, Penelitian tentang Perlindungan Konsumen di Indonesia (proyek tahun 1979-1980). c.Yayasan Lembaga Konsummen Indonesia, perlindungan kosumen indonesia suatu sunbangan pemikiran tentang rancangan Undang- undang Perlindungan konsumen (1981). d. Departemen perdagangan RI bekerjasama dengan fakultas hukum UI, RUU tentnang perlindungan konsumen (1997) e.DPR RI, usul inisiatif DPR tentang UU perlindungan KonsumenDesember 1998. Selain pembahasan-pembahasan diatas masih banyak lagi lokakarya-lokakarya, seminar-seminar, berkenaan dengan perlindungan konsumen atau tentang produk konsumen, dari berbagai aspeknya. Untuk hadirnya suatu UU tentang perlindungan konsumen yang terdiri dari 15 bab dan 65 pasal, ternyata dibutuhkan waktu tidak kurang dari 25 tahun sejak gagasan awal tentang UU ini dikumandangkan (1975- 2000), meskipun masih ada kekurangan disana sini (selanjutnya menjadi tugas Badan Perlindungan Konsumen Nasional-BPKN). Sekalipun demikian ia merupakan suatu kebutuhan seluruh rakyat indonesia yang kesemuanay adalah konsumen pemakai, pengguna atau pemanfaat barang dan atau jasa konsumen. Beberapa tahun belakangan ini, ada banyak masalah pelanggaran hak-hak konsumen yang justru makin bertambah. Berbagai bentuk pelanggaran tersebut menimbulkan keresahan yang sangat akut bagi kehidupan masyarakat. Masyarakatsepertinya dihantui ketakutan yang sangat mengerikan karena makanan atau yang dikonsumsinya setiap hari mengandung berbagai bentuk zat atau bahan yang sangat berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan jiwa mereka. Makanan atau minuman yang menggunakan bahan pengawet untuk mayat (formalin), bahan pewarna pakaian, bahan pengawet yang tidak memenuhi ketentuan yang sehat, boraks dan sebagainya, seakan menjadi momok yang menakutkan karena sangat membahayakan bagi jiwa mereka di kemudian hari. Kasus-kasus tersebut tidak hanya sekali atau dua kali terjadi. Boleh dibilang, hampir setiap tahun selalu menjadi pemberitaan hangat di berbagai media massa Nasional. Hanya, memang kadang-kadang pemberitaan tersebut silih berganti muncul dan tenggelam, menjadi isu yang seakan tak pernah tuntas untuk diselesaikan. Ada beberapa hal yang patut dicermati dalam kasus-kasus perlindungan konsumen : 1.Perbuatan pelaku usaha, baik disengaja maupun karena kelalaian, ternyata berdampak serius dan meluas. Akibatnya, kerugian yang diderita konsumen dapat bersifat massal (massive effect). 2. Dampak yang ditimbulkannya juga bersifat seketika (rapidly effect). Sebagai contoh, konsumen yang dirugikan (karena mengkonsumsi produk) bisa pingsan, sakit, atau bahkan meninggal dunia. Ada juga beberapa efek yang ditimbulkannya baru terasa beberapa hari kemudian (hidden effect). Contoh yang paling nyata dari dampak ini adalah maraknya penggunaan bahan pengawet dan pewarna makanan dalam sejumlah produk yang bisa mengakibatkan sakit kanker pada kemudian hari. 3.Kalangan yang menjadi korban adalah masyarakat bawah. Karena tidak ada pilihan lain, masyarakat ini terpaksa mengonsumsi barang/jasa yang hanya semampunya didapat, dengan standar kualitas dan keamanan yang sangat minim. Kondisi ini menyebabkan diri mereka selalu dekat dengan bahaya-bahaya yang bisa mengancam kesehatan dan keselamatan dirinya kapan saja. Kerugian materi atau ancaman bahaya pada jiwa konsumen disebabkan oleh tidak sempurnanya produk. Banyak produsen yang kurang menyadari tanggung jawabnya untuk melindungi konsumen atau menjamin keselamatan dan keamanan dalam mengkonsumsi produk yang dihasilkannya. Hal ini juga dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut : 1. Rendahnya kesadaran hukum para pejabat pemerintah yang kurang hati-hati dalam melakukan pengawasan terhadap barang-barang konsumsi yang dihasilkanprodusen. 2. Adanya kebijaksanaan resmi pemerintah tentang pemakaian barang berbahaya atau adanya barang yang mempunyai cacat, yang bertentangan dengan peraturan-peraturan yang berlaku yang menyangkut dengan keamanan dan keselamatan masyarakat. Misalnya dipakainya DOT untuk pemberantasan malaria melalui Depkes RI. 3.Masih rendahnya kesadaran masyarakat konsumen dan produsen lapisan bawah serta kurangnya penyuluhan hukum sehingga mereka tidak terjangkau oleh peraturan perundang-undangan yang ada. 4.Adanya kesengajaan dari produsen untuk mengedarkan barang yang cacat dan berbahaya, baik karena menyadari kelemahan konsumen, kelemahan pengawasan, ataupun demi mengejar keuntungan atau laba.
Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen Upaya perlindungan konsumen di tanah air didasarkan pada sejumlah asas dan tujuan yang telah diyakini bias memberikan arahan dalam implementasinya di 4
tingkatan praktis. Dengan adanya asas dan tujuan yang jelas, hukum perlindungan konsumen memiliki dasar pijakan yang benar-benar kuat. 1.Asas perlindungan konsumen Berdasarkan UU Perlindungan Konsumen pasal 2, ada lima asas perlindungan konsumen. a. Asas manfaat Maksud asas ini adalah untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar- besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelau usaha secara keseluruhan. b. Asas keadilan Asas ini dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat bias diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil. c. Asas keseimbangan Asas ini dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti material maupun spiritual. d.Asas keamanan dan keselamatan konsumen Asas ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang/jasa yang dikonsumsi atau digunakan. e.Asas kepastian hukum Asas ini dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta Negara menjamin kepastian hukum.
2.Tujuan perlindungan konsumen Dalam UU Perlindungan Konsumen Pasal 3, disebutkan bahwa tujuan perlindungan konsumen sebagai berikut. 1.Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri. 2. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa. 3.Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, dan menuntut hak- haknya sebagai konsumen. 4.Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi. 5.Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha. 6. Meningkatkan kualitas barang/jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
Dasar Hukum Perlindungan Konsumen Hukum perlindungan konsumen yang berlaku di Indonesia memiliki dasar hukum yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dengan adanya dasar hukum yang pasti, perlindungan terhadap hak-hak konsumen bisa dilakukan dengan penuh optimisme. Hukum Perlindungan Konsumen merupakan cabang dari Hukum Ekonomi. Alasannya, permasalahan yang diatur dalam hukum konsumen berkaitan erat denganpemenuhan kebutuhan barang / jasa. Pada tanggal 30 Maret 1999, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyepakati Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang perlindungan konsumen untuk disahkan oleh pemerintah setelah selama 20 tahun diperjuangkan. RUU ini sendiri baru disahkan oleh pemerintah pada tanggal 20 april 1999. Dengan diundang-undangkannya masalah perlindungan konsumen, dimungkinkan dilakukannya pembuktian terbalik jika terjadi sengketa antara konsumen dan pelaku usaha. Konsumen yang merasa haknya dilanggar bisa mengadukan dan memproses perkaranya secara hukum di badan penyelesaian sengketa konsumen (BPSK). Dasar hukum tersebut bisa menjadi landasan hukum yang sah dalam soal pengaturan perlindungan konsumen. Di samping UU Perlindungan Konsumen, masih terdapat sejumlah perangkat hukum lain yang juga bisa dijadikan sebagai sumber atau dasar hukum sebagai berikut : 1.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2001 Tanggal 21 Juli 2001 Tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional. 2.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2001 Tanggal 21 Juli 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen. 3.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2001 Tanggal 21 Juli 2001 tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat. 4.Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 90 Tahun 2001 Tanggal 21 Juli 2001 tentang Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Pemerintah Kota Medan, Kota Palembang, Kota Jakarta Pusat, Kota Jakarta Barat, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Yogyakarta Kota Surabaya, Kota Malang, dan Kota Makassar. 5. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor302/MPP/KEP/10/2001 tentang Pendaftaran Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat. 6. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 605/MPP/KEP/8/2002 tentang Pengangkatan Anggota Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Pada Pemerintah Kota Makassar, Kota Palembang, Kota Surabaya, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Yogyakarta, dan Kota Medan. Hak dan Kewajiban Konsumen Sebagai pemakai barang/jasa, konsumen memiliki sejumlah hak dan kewajiban. Pengetahuan tentang hak-hak konsumen sangat penting agar orang bisa bertindak sebagai konsumen yang kritis dan mandiri. Tujuannya, jika ditengarai adanya tindakan yang tidak adil terhadap dirinya, ia secara spontan menyadari akan hal itu. Konsumen kemudian bisa bertindak lebih jauh untuk memperjuangkan hak-haknya. Dengan kata lain, ia tidak hanya tinggal diam saja ketika menyadari bahwa hak-haknya telah dilanggar oleh pelaku usaha. Berdasarkan UU Perlindungan konsumen pasal 4, hak-hak konsumen sebagai berikut : 1.Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang/jasa. 2.Hak untuk memilih dan mendapatkan barang/jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang/jasa. 4.Hak untuk didengar pendapat keluhannya atas barang/jasa yang digunakan. 5.Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut. 6.Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen. 7.Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskrimainatif 8.Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, atau penggantian, jika barang/jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. 9.Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Disamping hak-hak dalam pasal 4 juga terdapat hak-hak konsumen yang dirumuskan dalam pasal 7, yang mengatur tentang kewajiban pelaku usaha. Kewajiban dan hak merupakan antinomi dalam hukum, sehingga kewajiban pelaku usaha merupakan hak konsumen. selain hak-hak yang disebutkan tersebut ada juga hak untuk dilindungi dari akibat negatif persaingan curang. Hal ini dilatarbelakangi oleh pertimbangan bahwa kegiatan bisnis yang dilakukan oleh pengusaha sering dilakukan secara tidak jujur yang dalam hukum dikenal dengan terminologi ” persaingan curang”.Di Indonesia persaingan curang ini diatur dalam UU No. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, juga dalam pasal 382 bis KUHP. Dengan demikian jelaslah bahwa konsumen dilindungi oleh hukum, hal ini terbukti telah diaturnya hak-hak konsumenyang merupakan kewajiban pelaku usaha dalam UU No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, termasuk didalamnya juga diatur tentang segala sesuatu yang berkaitan apabila hak konsumen, misalnya siapa yang melindungi konsumen (bab VII), bagaimana konsumen memperjuangkan hak-haknya (bab IX, X, dan XI). Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Hukum perlindungan konsumen adalah hukum yang memberikan perlindungan kepada konsumen terhadap barang kenutuhan yang dibutuhkan sehari-hari baik itu barang dan/atau jasa. Hampir semua aspek kehidupan bersentuhan dengan konsumen. Karena itulah hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen. Sebelum lahirnya UU Perlindungan Konsumen banyak peraturan perundang-undangan yang mengatur didalamnya tentang konsumen, misal kesehatan, keselamatan, dsb. Terlepas dari Undang-undang yang mengatur tentang konsumen tersebut, pengaturan tentang perlindungankonsumen mempunyai dua aspek yaitu :
1.Aspek hukum publik
2.Aspek hukum privat/perdata

1.Aspek Hukum Publik Cabang-cabang hukum publik yang berkaitan dan berpengaruh atas hukum konsumen umumnya adalah hukum administrasi, hukum pidana dan hukum internasional terutama konvensi-konvensi internasional yang berkaitan dengan praktek bisnis, maupun Resolusi PBB tentang perlindungan konsumen sepanjang telah diratifikasi oleh Indonesia sebagai salah satu anggota. Diantara cabang hukum ini, tampaknya yang paling berpengaruh pada hubungan dan masalah yang termasuk hukum konsumen atau perlindungan konsumen adalahhukum pidana dan hukum administrasi negara sebagaimana diketahui bahwa hukum publik pada pokoknya mengatur hubungan hukum antara instansi-instansi pemerintah dengan masyarakat, selagi instansi tersebut bertindak selaku penguasa. Kewenangan mengawasi dan bertindak dalam penerapan hukum yang berlaku oleh aparat pemerintah yang diberikan wewenang untuk itu, sangat perlu bagi perlindungan konsumen. Berbagai instansi berdasarkan peraturan perundang- undangan tertentu diberikan kewenangan untuk menyelidiki, menyidik, menuntut, dan mengadili setiap perbuatan pidana yang memenuhi unsur-unsur dari norma-norma hukum yang berkaitan. Penerapan norma-norma hukum pidana seperti yang termuat dalam KUHPidana atau diluar KUHPidana sepenuhnya diselenggarakan oleh alat-alat perlengkapan negara yang diberikan wewenang oleh Undang-undang untuk itu. KUHP No. 8 Tahun 1981 (LN 1981 No. 76) menetapkan setiap Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia berwenang untuk melakukan tindakan penyelidikan dan penyidikan atas suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana. Disamping polisi, pegawai negeri sipil tertentu juga diberi wewenang khusus untuk melakukan tindak penyelidikan. Penerapan KUHPidana dan peraturan perundang-undangan lain yang berkaitan dengan tindak pidana oleh badan-badan tata usaha negara memang menguntungkan bagi perlindungan konsumen. Oleh karena itu keseluruhan proses perkara menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah.Konsumen yang karena tindak pidana tersebut menderita kerugian, sangat terbantu dalam mengajukan gugatan perdata ganti ruginya. Berdasarkan hukum atau kenyataan beban pembuktian yang diatur dalam Pasal 1865 KUHPerdata sangat memberatkan konsumen. Oleh karena itu fungsi perlindungan sebagian kepentingan konsumen penerapannya perlu mengeluarkan tenaga dan biaya untuk pembuktian peristiwa atau perbuatan melanggar hukum pelaku tindak pidana. Beberapa perbuatan tertentu dan dinyatakan sebagai tindak pidana yang sangat berkaitan dengan kepentingan konsumen termuat dalam KUHPidana maupun yang terdapat diluar KUHPidana adalah : 1.Termuat dalam KUHPidana adalah :
a.Pasal 204 dan 205 KUHPidana.
b.Pasal 382 bis dan 383, 386, 387, 390 KUHPidana.
2.Termuat di luar KUHPidana antara lain : a.Undang-undang No. 4 Tahun 1982 tentang lingkungan hidup pada Pasal 82 ayat (3) menyatakan tindakan-tindakan tertentu tindak pidana kejahatan dan pelanggaran. b.Undang-undang No. 5 Tahun 1985 tentang perindustrian diatur pada Pasal 28 dari undang-undang ini. c.Undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan dan diatur pada Pasal 80 dan Pasal 86 undang-undang ini.d.Undang-undang No. 14 Tahun 1992 tentang lalu lintas jalan dan angkutan jalan.
2.Aspek Hukum Privat/Perdata Dalam hukum perdata yang lebih banyak digunakan atau berkaitan dengan azas- azas hukum mengenai hubungan/masalah konsumen adalah buku ketiga tentang perikatan dan buku keempat mengenai pembuktian dan daluarsa. Buku ketiga memuat berbagai hubungan hukum konsumen. Seperti perikatan, baik yang terjadi berdasarkan perjanjian saja maupun yang lahir berdasarkan Undang-undang.Hubungan hukum konsumen adalah untuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu (Pasal 1234 KUHPerdata).Hubungan konsumen ini juga dapat kita lihat pada ketentuan Pasal 1313 sampai Pasal 1351 KUHPerdata. Pasal 1313 mengatur hubungan hukum secara sukarela diantara konsumen dan produsen, dengan mengadakan suatu perjanjian tertentu. Hubungan hukum ini menimbulkan hak dan kewajiban pada masing-masing pihak. Perikatan karena Undang-undang atau akibat sesuatu perbuatan menimbulkan hak dan kewajiban tertentu bagi masing-masing pihak (ketentuan Pasal 1352 KUHPerdata). Selanjutnya diantara perikatan yang lahir karena Undang-undang yang terpenting adalah ikatan yang terjadi karena akibat sesuatu perbuatan yang disebut juga dengan perbuatan melawan hukum (ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata). Sedangkan pertanggung jawaban perbuatan itu tidak saja merupakan perbuatan sendiri tetapi juga dari orang yang termasuk tanggung jawabnya seperti yang diatur pada Pasal 1367-1369 KUHPerdata. Perbuatan melawan hukum (on rechtmatigedaad) diatur dalam buku ketiga titel 3 Pasal 1365 sampai 1380 KUHPerdata, dan merupakan perikatan yang timbul dari Undang-undang. Perikatan dimaksud dalam hal ini adalah terjadi hubungan hukum antara konsumen dan produsen dalam bentuk jual beli yang melahirkan hak dan tanggung jawab bagi masing-masing pihak dan apabila salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya akan menimbulkan permasalahan dalam hubungan hukumnyaPenyelesaian Sengketa Konsumen Sengketa konsumen adalah sengketa berkenaan dengan pelanggaran hak- hakkonsumen. Lingkupnya mencakup semua segi hukum, baik keperdataan, pidana maupun tata usaha negara. Proses beracara dalam penyelesaian sengketa konsumen itu diatur dalam UU Perlindungan Konsumen. 1. Penyelesaian Peadilan Umum Pasal 45 (1) UU Perlindungan Konsumen menyatakan “ setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada dilingkungan peradilan umum”. Penyelesaian sengketa ini merupakan pilihan dari para pihak apakah diselesaikan melalui peradilan umum ataukah diluar peradilan atau damai. Hal ini dapat dilihat dalam penjelasan pasal 45 ayat (2) UUPK Kemudian pasal 45 ayat (3) UUPK, menyebutkan penyelesaian sengketa diluar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menghilangkan tanggunng jawab pidana, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang. Dalam kasus perdata di Pengadilan Negeri, pihak konsumen yang diberi hak mengajukan gugatan menurut pasal 46 UU Perlindungan Konsumen adalah : a.Seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan b.Sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama c.Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan yang dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi itu adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen. d. Pemerintah dan/atau instansi terkait jika barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar dan/atau korban yang tidak sedikit.
2.Penyelesaian di Luar Pengadilan
Undang-undang Perlindungan Konsumen Disampingmengatur penyelesaian sengketa di peradilan umum juga mengatur penyelesaian sengketa alternatif yang dilakukan diluar pengadilan. Pasal 45 ayat (4) UUPK menyebutkan: jika telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh jika upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang bersengketa. Penyelesaian sengketa diluar pengadilan ini diatur dalam pasal 47 UUPK. Lalu pertanyaannya adalah apakah penyelesaian sengketa diluar pengadilan ini apakah termasuk penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.
Daftar pustaka http://books.google.co.id/books?
id=Oec_lUDTFUC&pg=PA5&lpg=PA5&dq=sejarah+perlindungan+konsumen&source=
bl&ots=_unW9wQ0sN&sig=KuCnFt0H_AhxhXjk3DEdWWEqeog&hl=id&ei=3gsS8HQJYG
I6gOl9ozLDw&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=7&ved=0CBkQ6AEwBg#v=o
nepage&q=sejarah%20perlindungan%20konsumen&f=false
http://www.pemantauperadilan.com/opini/53ASPEK%20HUKUM%20PERLINDUNGAN %20KONSUMEN%20TINJAUAN%20SINGKAT%20UU%20NOM.pdf http://www.kpi.go.id/download/UU%20No.%208%20Tahun%201999%20tentang %20Perlindungan%20Konsumen.pdf http://elisa.ugm.ac.id/files/dinawk/vwLYc3Fo/Slide%20MKK%20Perlindungan %20Konsumen.ppt http://www.google.co.id/url?
sa=t&source=web&ct=res&cd=13&ved=0CAoQFjACOAo&url=http%3A%2F
%2Focw.unnes.ac.id%2Focw%2Fhukum%2Filmu-hukum-s1%2Fhkk307-hukum-
perlindungan-konsumen%2Fbuku%2520ajar%2520HPK.pdf%2Fat_download
%2Ffile&rct=j&q=sejarah+perlindungan+konsumen&ei=MRysS9eBBpLq7AOkmMDGD
w&usg=AFQjCNGWd4hJdalT6gjT8gLLbW-1E8N6Eg
http://hukumnews.com/berita/hukum/36-politik/57-dasar-hukum-pengaduan- konsumen.pdf http://elisa.ugm.ac.id/files/dinawk/KpgAkEhQ/ZulDennyDwiAir%20Heksagonal%20dan %20Air%20O2%20edited.pdf
http://www.pemantauperadilan.com/delik/16-PERLINDUNGAN%20KONSUMEN.pdf
http://library.usu.ac.id/download/fh/perdata-sabarudin2.pdf
http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&ct=res&cd=37&ved=0CBEQFjAGOB4&url=http%3A%2F
%2Fwww.bpkp.go.id%2Funit%2Fhukum%2Fuu
%2F1999%2F0899.pdf&rct=j&q=sejarah+perlindungan+konsumen&ei=1C2sS8CPA5S
_rAfl9fimAQ&usg=AFQjCNFK47P-ktbKYOuWi03TsLi17hiZLw
http://los-diy.or.id/artikel/pp-57.pdf Miru, Ahmadi dan Yodo, Sutarman.2004.”Hukum Perlindunngan Konsumen”. Jakarta : Rajawali Pers

Tidak ada komentar:

Posting Komentar