Entri Populer

Minggu, 27 Maret 2011

Peradilan Desa

Struktur Desa Di Bali

Lembaga Tradisional

Jenis-jenis lembaga tradisional dalam masyarakat Bali adalah desa, banjar, subak, dan sekehe. Bentuk lembaga tradisional atas dasar kesatuan wilayah disebut desa. Konsep desa memiliki dua pengertian, yaitu desa adat dan desa dinas. Desa adat adalah kesatuan masyarakat hukum adat di daerah Bali yang mempunyai satu kesatuan tradisi dan tata krama pergaulan hidup masyarakat umat Hindu yang secara turun-temurun dalam ikatan Kahyangan Tiga yang mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan tersendiri serta berhak mengurus rumah tangganya sendiri. Landasan dasar desa adat di Bali adalah konsep Tri Hita Karana. Desa dinas adalah satu kesatuan wilayah administratif di bawah kecamatan.

Konsep Tri Hita Karana adalah satu konsep yang mengintegrasikan secara selaras tiga komponen penyebab kesejahteraan dan kebahagiaan hidup yang diyakini oleh orang Bali. Ketiga komponen tersebut, yaitu:

Parhyangan atau Tuhan yang memberikan perlindungan bagi kehidupan.
Palemahan, yaitu seluruh wilayah lembaga tersebut
Pawongan adalah sumber daya manusia yang terdiri atas semua warga lembaga yang bersangkutan.
Bentuk Desa Di Bali

Desa di Bali terutama didasarkan atas kesatuan tempat. Sebagian dari tanah wilayahnya adalah milik para warga desa sebagai individu, tetapi sebagian lagi adalah tanah yang ada di bawah hak pengawasan desa, atau secara konkret dibawah pengawasan pimpinan desa yang sering disebut "Karang Desa". Desa-desa di pegunungan biasanya mempunyai pola - pola perkampungan yang memusat, sedangkan desa-desa yang mempunyai sistem banjar dan desa-desa di daerah dataran, mempunyai pola yang terpencar.

Di samping kesatuan wilayah maka sebuah desa merupakan pula suatu kesatuan keagamaan yang di tentuakan oleh suatu kompleks kuil desa yang disebut kayangan tiga ialah Pura Puseh, Pura Bale Agung dan Pura Dalem. Ada kalanya Pura Puseh dan Pure Bale Agung dijadikan satu dan disebut Pura Desa. Seperti telah diterangkan sebelumnya, konsep mengenai arah adalah amat penting artinya dalam agama orang Bali. Hal yang keramat diletakkan pada arah Gunung (Kaja), dan hal-hal biasa yang tidak keramat diletakkan pada arah Laut (Kelod).

Klasifikasi dualistis ini tercermin pula pada letak susunan rumah dan bangunan-bangunan pusat dari desa. Sedapat mungkin bangunan-bangunan dari desa disesuaikan dengan konsep mengenai arah tadi. Misalnya saja pada arah gunung diletakkan Pura Desa, dan pada arah laut diletakkan Pura Dalem (pura yang ada hubungannya dengan kuburan dan kematian) Pada daerah yang mempunyai sistem banjar, maka ada bangunan bale banjar tempat warga mengadakan rapat dan kegiatan-kegiatan lainnya, sedang disekelilingnya terdapat perumahan warga banjar.

Komplek-komplek bangunan (bale) yang ditempati keluarga inti maupun keluarga luas, dibangun diatas suatu pekarangan yang bisanya dikelilingi oleh dinding dengan gapura sempit. Di antara komplek bangunan itu terdapat bangunan untuk tidur, satu atau beberapa dapur, lumbung, tempat untuk menerima tamu, dan kuil untuk keluarga (sanggah). Seluruh komplek sebagai suatu kesatuan disebut Uma. Mengenai letak dari bale, sanggah, dan sebagainya , pada umumnya menuruti pola susunan tertentu. kuil keluarga yang dianggap suci terletak di bagian kaja. Sedang tempat kediaman berada pada arah kelod. Bale (bangunan) masing-masing mempunyai nama tersendiri menurut fungsinya dalam adat maupun dalam kebutuhan sehari-hari.

Banjar

Merupakan bentuk kesatuan-kesatuan sosial yang didasarkan atas kesatuan wilayah. Kesatuan sosial itu diperkuat oleh kesatuan adat dan upacara-upacara keagaman yang keramat. Didaerah pegunungan, sifat keanggotaan banjar hanya terbatas pada orang yang lahir di wilayah banjar tersebut. Sedangkan didaerah datar, sifat keanggotaannya tidak tertutup dan terbatas kepada orang-orang asli yang lahir di banjar itu. Orang dari wilayah lain atau lahir di wilayah lain dan kebetulan menetap di banjar bersangkutan dipersilakan untuk menjadi anggota (krama banjar) kalau yang bersangkutan menghendaki.

Pusat dari banjar adalah bale banjar, dimana warga banjar bertemu pada hari-hari yang tetap. Banjar dikepalai oleh seorang kepala yang disebut kelian banjar. Ia dipilih dengan masa jabatan tertentu oleh warga banjar. Tugasnya tidak hanya menyangkut segala urusan dalam lapangan kehidupan sosial dari banjar sebagai suatu komuniti, tapi juga lapangan kehidupan keagamaan. Kecuali itu ia juga harus memecahkan masalah yang menyangkut adat. Kadang kelian banjar juga mengurus hal-hal yang sifatnya berkaitan dengan administrasi pemerintahan.

Sekaha

Dalam kehidupan kemasyarakatan desa di Bali, ada organisasi-organisasi yang bergerak dalam lapangan kehidupan yang khusus, ialah sekaha. Organisasi ini bersifat turun-temurun, tapi ada pula yang bersifat sementara. Ada sekaha yang fungsinya adalah menyelenggarakan hal-hal atau upacara-upacara yang berkenan dengan desa, misalnya sekaha baris (perkumpulan tari baris), sekaha teruna-teruni, sekehe gong (kumpulan para pemain alat musik/gong). Sekaha tersebut sifatnya permanen, tapi ada juga sekaha yang sifatnya sementara, yaitu sekaha yang didirikan berdasarkan atas suatu kebutuhan tertentu, misalnya sekaha memula (perkumpulan menanam), sekaha manyi (perkumpulan menuai), sekaha gong (perkumpulan gamelan) dan lain-lain. sekaha-sekaha di atas biasanya merupakan perkumpulan yang terlepas dari organisasi banjar maupun desa.

Subak

Subak di Bali seolah-olah lepas dari dari Banjar dan mempunyai kepala sendiri. Orang yang menjadi warga subak tidak semuanya sama dengan orang yang menjadi anggota banjar. Warga subak adalah pemilik atau para penggarap sawah yang yang menerima air irigasinya dari bendungan-bendungan yang diurus oleh suatu subak. Sudah tentu tidak semua warga subak tadi hidup dalam suatu banjar. Sebaliknya ada seorang warga banjar yang mempunyai banyak sawah yang terpencar dan mendapat air irigasi dari bendungan yang diurus oleh beberapa subak. Dengan demikian warga banjar tersebut akan menggabungkan diri dengan semua subak dimana ia mempunya sebidang sawah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar