Entri Populer

Rabu, 02 Maret 2011

Politik Hukum Perundang-undangan

POLITIK HUKUM PERUNDANG-UNDANGAN
BIDANG POLITIK DI INDONESIA

A. Pengantar

Jika konfigurasi politik demokratis maka akan melahirkan karakter hukum yang

responsif. Konfigurasi partisipasi rakyat secara penuh untuk ikut aktif menentukan

kebijaksanaan umum,2partisipasi ini dapat di tentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-

wakil rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan

politik dan di selenggarakan dalam suasana terjadinya kebebasan politik.

Begitupun jika konfigurasi politik otoriter akan melahirkan karakter hukum yang

konservatif atau ortodoks. Konfigurasi politik otoriter adalah susunan sistem politik yang

lebih memungkinan negara berperan sangat aktif serta mengambil hampir seluruh inisiatif

dalam pembuatan kebijakan negara.3

Konfigurasi ini ditandai oleh dorongan elit kekuasaan untuk memaksakan

persatuan, penghapusan oposisi terbuka, dominasi pimpinan negara untuk menentukan

kebijaksanaan negara dan dominasi kekuasaan politik oleh elit politik.

Dalam mengidentifikasi apakah suatu konfigurasi politik demokratis atau

otoriter, maka indikator-indikator yang dipergunakan adalah peranan partai politik dan

lembaga perwakilan rakyat, kebebasan pers dan peranan pemerintah. Untuk

mengidentifikasi apakah suatu produk hukum resfonsif atau ortodoks, maka indikator-

indikatornya yang dipergunakan adalah proses pembuatannya sifat dan fungsinya dan

kemungkinan penafsirannya.

Perundang-undangan di bidang politik dalam hal ini Undang-undang No.12

tahun 2003 tentang Pemilu Anggota DPR,DPD dan DPRD, dan Undang-undang Nomor

23 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.

1

Penulis adalah Peneliti Pada Puslitbang Kumdil MARI/sebagai struktural di Badilag MARI.
Arianto, Satya. Kumpulan Materi Kuliah Politik Hukum. Jakarta. Universitas Indonesia. Hal.7
3
Ibid. Hal. 7

2

Menurut hemat penulis Perundang-undangan tersebut dibuat di era reformasi

yang menjunjung tinggi semangat kebebasan dan keterbukaan serta demokratisasi baik

pada tataran eksekutif, legeslatif serta masyarakat Indonesia pada umumnya, atas dasar

tersebut dapat ditafsirkan bahwa UU No.12 tahun 2003, UU No.23 tahun 2003 dan PP

No.9 tahun 2004 termasuk berciri konfigurasi politik demokratis yang melahirkan

karakter hukum yang responsif. Meskipun dalam praktek proses pembuatan dan

pelaksanaannya masih di jumpai penyimpangan-penyimpangan yang mengurangi nilai-

nilai keadilan dan demokratisasi.

Pandangan Ilmu Hukum Tata Negara terhadap Pemilu, merupakan obyek

bahasan yang menarik salah satu kajian ilmu hukum tata negara adalah hal-hal yang ada

kaitannya dengna masalah-masalah kekuasaan.

Dalam kaitannya dengan kekuasaan maka dari sudut pandang ilmu hukum tata

negara, pemilu merupakan proses pergantian kekuasaan yang di lakukan secara berkala

dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dengan prinsip-prinsip yang digariskan oleh

kontitusi.4

Prinsip kehidupan ketatanegaraan yang berkedaulatan rakyat di tandai bahwa

setiap warga negara berhak ikut aktif dalam setiap proses pengambilan keputusan

ketatanegaraan. Oleh Karena itu, dari kajian Hukum tata Negara, pemilu merupakan

proses pengambilan keputusan oleh rakyat dalam kehidupan ketatanegaraan sebagai

sarana pengemban kedaulatan rakyat dalam rangka pembentukan lembaga-lembaga

perwakilan, di samping pemilu memiliki fungsi rekrutmen pemimpin dan legitimasi

pelaksanaan kekuasaan.

Begitu mendasarnya pemilu sebagai sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dapat

kita telusuri sejak awal berdirinya republik ini hingga kurun waktu orde baru sampai

dengan orde reformasi sekarang yang telah dilaksanakan pada tanggal 5 April 2004 untuk

pemilihan legislatif dan 5 Juli 2004 untuk pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.

Oleh karena itu dapatlah dipahami bahwa pemilu merupakan kegiatan

ketatanegaraan yang sangat penting dalam proses penyelenggaraan kekuasaan negara

4

Muhammad, Asrun dan Nurtjahjo, Hendra, 70 tahun Prof.Dr.Harun Alrasid. Jakarta. Fakultas Hukum
UI.2000.Hal 17.

Indonesia yang menganut prinsip-prinsip kedaulatan rakyat sebagaimana di tegaskan

dalam Pembukaan UUD 1945.

Adanya perubahan Undang-undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945,

kedaulatan rakyat tidak lagi dilaksanakan oleh MPR, akan tetapi menurut ketentuan

Undang-undang Dasar sesuai Pasal 1 ayat (2) yang menyatakan bahwa :

”Kedaulatan berada di tangan rakyat dan di laksanakan menurut Undang-undang

Dasar”. Salah satu wujud dari kedaulatan rakyat adalah pemilihan umum baik untuk

anggota DPR, DPD dan DPRD maupun untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden atas

dasar itu rakyat dapat memilih langsung wakil-wakilnya di DPR sesuai Pasal 19 ayat (1)

UUD 1945 sebagai berikut :

Anggota dewan perwakilan rakyat di pilih melalui pemilihan umum, dengan

ketentuan ini semua anggota DPR,DPD dan DPRD harus di pilih oleh rakyat tidak ada

lagi yang di angkat seperti sebelumnya.

Begitupun Presiden dan Wakil Presiden di pilih secara langsung oleh rakyat.

Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden di usulkan oleh partai politik atau gabungan

partai politik peserta pemilu seperti dinyatakan dalam Pasal 6 A Undang-undang Dasar

Negara Republik Indonesia sebagai berikut :

Presiden dan wakil Presiden di pilih dalam satu pasangan secara langsung oleh

rakyat dan pasangan calon presiden dan wakil presiden di usulkan oleh partai politik atau

gabungan partai politik peserta Pemilu sebelum pelaksanaan pemilihan umum.5

Pemilu Presiden dan Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat di laksanakan

setiap lima tahun sekali secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil oleh

sebuah komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap dan mandiri.6

Pemilu Presiden dan wakil Presiden merupakan proses politik bagi bangsa

Indonesia menuju kehidupan politik yang lebih demokratis dan bertanggung jawab, dan

hal tersebut untuk menjamin pelaksanaan Pemilu Presiden dan wakil Presiden yang

berkualitas, memenuhi derajat kompetisi yang sehat, partisipatif dan dapat di pertanggung

jawabkan.

5

RI Undang-undang dasar 1945.
Lembaga Informasi Nasional. Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Jakarta:LIN.2004). Hal viii

6

Dalam tulisan ini di arahkan untuk memfokuskan pada politik hukum khususnya

yang terdapat dalam Undang-undang No. 12 tahun 2003 tentang Pemilu Anggota DPR,

DPD dan DPRD, Undang-undang No. 23 tahun 2003 tentang Pemilu Presiden dan Wakil

Presiden.

Pada awal tulisan di perdalam pembahasan tentang kebijakan pemberlakuan

ketentuan perundang-undangan, yaitu UU No.12 tahun 2003 tentang PEMILU Anggota

DPR,DPD dan DPRD, UU no.23 tahun 2003 tentang PEMILU Presiden dan Wakil

Presiden dan PP No.9 tahun 2004 tentang Kampanye oleh Pejabat Negara, selanjutnya

akan diuraikan berbagai permasalahan menyangkut ketiga ketentuan perundang-

undangan tersebut.

B. Kebijakan Pemberlakuan

Menurut Prof. Hikmahanto Juwana, SH,LLM,Ph.D, undang-undang Pemilihan

Umum di samping mengatur tentang bagaimana seorang individu dapat mewakili rakyat

dalam

lembaga

adanya ”demokrasi” di suatu negara.7

Memilih Presiden dan wakil Presiden secara langsung tanpa paksaan dari pihak

manapun. Hal ini akan memberikan label demokrasi terhadap Indonesia, begitu juga

terhadap PP No.9 tahun 2004 yang mengatur tentang ketentuan kampanye pemilu yang di

lakukan oleh pejabat negara seolah-olah akan tergambarkan bahwa pejabat negara harus

memenuhi persyaratan tertentu jika ingin melakukan kampanye pemilu. Kondisi ini juga

akan melahirkan stigma positif bagi pemerintah.

Pertimbangan-pertimbangan di atas merupakan kebijakan pemberlakuan yang

memang memiliki muatan politis dan berpihak kepada pembuat Perundangan-undangan,

sedangkan kebijakan dasar dari perundangan-undangan tersebut relatif lebih netral dan

bergantung pada nilai universal dari tujuan dan alasan pembuatan perundang-undangan

tersebut.

legislatif,

bisa

juga

ditujukan

untuk

memberi

legitimasi

7

Hikmahanto, Juwana, Politik Hukum Undang-undang Bidang Ekonomi di Indonesia. Makalah. 2004. Hal

4

Kebijakan dasar UU No.12 tahun 2003 tentang Pemilu Legislatif untuk memilih

wakil rakyat dan wakil daerah serta untuk membentuk pemerintahan yang demokratis

kuat dan memperoleh dukungan rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan nasional

sebagaimana di amanatkan UUD 1945.

Selain itu untuk mengakomodasi daerah di pilih anggota DPD yang pesertanya

perorangan, dan kebijakan dasar UU No.23 tahun 2003 tentang Pemilu Presiden dan

wakil Presiden untuk memilih Presiden dan wakil Presiden agar memperoleh dukungan

yang kuat dari rakyat, sehingga mampu menjalankan fungsi-fungsi kekuasaan

pemerintahan negara dalam rangka tercapainya tujuan nasional sebagaimana di

amanatkan UUD 1945, sedangkan kebijakan dasar PP No.9 tahun 2004 tentang

Kampanye Pemilihan Umum oleh Pejabat Negara agar para pejabat negara pada saat

melakukan kampanye memenuhi ketentuan penggunaan fasilitas negara yang melekat

dan terkait dengan jabatannya, disamping itu, cuti bagi pejabat negara untuk

melaksanakan kampanye serta untuk tetap memelihara terselengaranya misi dan

kelancaran tugas-tugas pemerintahan.

Kebijakan pemberlakuan suatu perundang-undangan memiliki muatan politis

dan kerap di pengaruhi oleh faktor, baik faktor internal (dalam negeri) dan faktor

eksternal (luar negeri) faktor internal bisa berasal dari, keinginan individu, keinginan

partai politik, keinginan LSM dan bahkan keinginan masyarakat. Sedangkan faktor

eksternal berasal dari keinginan negara donor yang mempunai kepentingan tertentu.

C. Ragam Kebijakan Pemberlakuan UU Bidang Politik

1. Faktor Internal

Faktor internal terpenting yang mempengaruhi proses pembuatan UU No.23

tahun 2003 adalah sebagai berikut :

a. Adanya tuntutan pelaksanaan pemilihan langsung oleh rakyat sejalan dengan era

reformasi yang mengedepankan kebebasan dan keterbukaan serta demokratisasi

menuju kedaulatan rakyat yang sesungguhnya. Adanya pemilihan anggota

legislatif, Presiden dan Wakil Presiden secara langsung di harapkan akan terpilih

wakil-wakil rakyat sehingga memiliki legitimasi yang kuat untuk menjalankan

pemerintahan.

b. Mengganti ketentuan yang lama, sebelum UUD 1945 di amandemen, dalam sistem

ketatanegaraan,

Permusyawaratan Rakyat (MPR) selaku pemegang kedaulatan rakyat. Setelah di

amandemen UUD 1945 dan di tetapkan UU No.23 tahun 2003 Presiden dan wakil

Presiden dapat di pilih secara langsung oleh rakyat yang telah di laksanakan pada

tahun 2004.

Adanya kepentingan Politik, dalam proses pembuatan UU No.12 tahun 2003 di

indikasi penuh dengan nuansa politis, sehingga banyak pihak menilai UU No.12

tahun 2003 kurang demokratis dan cenderung memihak kelompok tertentu.

Bahkan ada juga kelompok yang mengatakan bahwa UU tersebut cacat hukum,

namun meskipun demikian UU No.12 tahun 2003, dan UU No.23 tahun 2003

tetap menjadi payung hukum pelaksanaan Pemilu 2004.

Presiden

dan

wakil

Presiden

di

pilih

oleh

Majelis

2. Faktor Eksternal

Faktor eksternal terpenting yang mempengaruhi proses pembuatan UU

No.23 tahun 2003 tentang Pemilihan Presiden secara langsung adalah sebagai

berikut :

a. Menarik simpati dunia internasional

Gelombang demokratisasi yang melanda negara-negara di belahan dunia

menarik minat Indonesia untuk turut serta, demokrasi seolah telah menjadi mata

uang yang berlaku di negara manapun, penegakan demokrasi (dan juga HAM) di

suatu negara menjadi tolok ukur kemajuan suatu bangsa di mata dunia internasional.

Salah satu wujud demokrasi yang menarik perhatian dunia internasioanl

pada saat-saat ini adalah pemilihan langsung anggota legislatif, Presiden dan wakil

Presiden di Indonesia. Indonesia di nilai banyak pengamat internasional telah

mengalami kemajuan dibidang demokratisasi yang pesat, terutama sejak pemilu,

legislatif dan pemilu Presiden dan wakil Presiden yang terbilang lancar dan aman.

Jadi tak dapat di sangkal bahwa proses pembuatan UU No.23 tahun 2003 oleh

pemerintah dan DPR juga di arahkan untuk menarik simpati dunia internasional.

b. Melakukan Harmonisasi Hukum di Indonesia.

Harmonisasi hukum di negara berkembang merupakan suatu hal yang

penting untuk dicapai. Harmonisasi yang menjerumus pada keseragaman di bidang

infrastruktur hukum akan berdampak pada kenyaman untuk berinvestasi dari pelaku

usaha negara maju di Indonesia yang berkembang.

Harmonisasi hukum di Indonesia, seperti harmonisasi UU di Bidang politik

di tuntut oleh negara maju dalam rangka kampanye demokratisasi yang beraroma

western yang melegalkan pemilihan anggota legislatif, presiden dan wakil presiden

secara langsung, tampaknya perundang-undangan kita tentang Pemilu mengadopsi

dari hukum barat dalam hal ini khususnya Amerika Serikat, negara yang selama ini

mempunyai ”kepentingan besar” di Indonesia.

Harmonisasi UU politik ini memang cukup mengakomodir kepentingan

asing di Indonesia. Hal ini karena pertimbangan opini internasional tentang

perkembangan demokratisasi dan penegakan HAM di Indonesia.

c. Merespon Kebutuhan Masyarakat

Dalam banyak kesempatan, negara-negara donor mempunyai kepentingan

untuk mempengaruhi pemerintah Indonesia untuk membentuk suatu Undang-

undang. Kepentingan asing tersebut ”membungkus” kepentingannya dengan

mengatakan bahwa apa yang di lakukan adalah kebutuhan masyarakat Indonesia.

Bahkan pesan-pesan sponsor asing telah menyusup menjadi agenda kerja para

pejabat dan politisi. Dalam UU No.23 tahun 2003 secara tersirat tidak tertutup

kemungkinan mengandung pesan sponsor yang mempunyai kepentingan di

Indonesia.

D. Permasalahan Seputar Pelaksanaan Rangkaian Pemilu

Permasalahan seputar UU No.23 tahun 2003 lebih besar pada aspek

pelanggaran pada pelaksanaan rangkaian pemilu, kurang sosialisasi atau memang

ketaatan masyarakat pada undang-undang masih sangat rendah. Pelanggaran-

pelanggaran tersebut antara lain sebagaimana berikut :

a. Melakukan Politik Uang Untuk Mempengaruhi Pemilih.

Praktek-praktek politik uang selama masa kampanye putaran pertama

melanggar beberapa peraturan seperti, Pasal 77 ayat (1) UU No. 12 tahun 2003,

selama masa kampanye sampai di laksanakan pemungutan suara, calon DPR, DPD

Propinsi dan DPRD Kabupaten/Kota di larang menjanjikan dan/atau memberikan

uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi pemilih.

Dalam Pasal 39 SK KPU 701 tahun 2003 menyebutkan bahwa selama

masa dilaksanakan pemungutan suara, calon anggota DPR, DPD dan DPRD

Propinsi, serta DPRD Kabupaten/Kota di larang menjanjikan dan atau/ memberikan

uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi pemilih.

b. Melakukan Kampanye di luar Jadwal Kampanye

Pemilu legislatif yang telah dilaksanakan pada tahun 2004 lalu banyak

terjadi pelanggaran dimana para Parpol melaksanakan kampanye di luar jadwal,

padahal Pasal 138 ayat (3) UU No.12 tahun 2003 mengatakan antara lain sebagai

berikut :

Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kampanye di luar jadwal

waktu yang telah ditetapkan oleh KPU untuk masing-masing peserta Pemilu

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (3), di ancam dengan pidana penjara

paling singkat 15 (lima belas) hari atau paling lama 3 (tiga) bulan dan/atau denda

paling sedikit Rp.100.000,00 (seratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp.

1.000.000,00 (satu juta rupiah).

Hal tersebut di atas menimbulkan polemik di masyarakat apakah yang

dilakukan parpol termasuk kampanye atau bukan. Untuk menjelaskan hal ini, dalam

Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) No. 07 tahun 2004 tentang Petunjuk

Pelaksanaan Kampanye Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD pada

ketentuan umum di sebutkan lima unsur mengenai batasan apa itu yang disebut

kampanye, baik untuk Parpol ataupun calon anggota DPD.

Kelima unsur tersebut adalah pertama dilakukan oleh pengurus parpol dan

atau calon anggota DPR/DPRD. Kedua meyakinkan pemilih yang bukan anggota

(keanggotaan di tandai oleh kartu tanda anggota). Ketiga untuk mendapatkan

dukungan sebesar-besarnya (misal ajakan tertulis atau lisan untuk mencoblos tanda

gambar dan nama calon tertentu) dengan menawarkan program. Keempat melalui

media/ruang terbuka/ruang tertutup. Kelima dilaksanakan pada 11 Maret 2004

hingga 1 April 2004, sedangkan untuk calon anggota DPD ada perbedaan yakni

tidak ada unsur meyakinkan pemilih bukan anggota dan bersifat komulatif artinya

harus memenuhi semua unsur tersebut bila dikategorikan pelanggaran.

c. Penyalahgunaan Fasilitas Jabatan, Fasilitas Pemerintah dan fasilitas Umum.

Penyalahgunaan fasilitas jabatan, fasilitas pemerintah dan fasilitas umum,

termasuk pelanggaran yang cukup banyak pada pelaksanaan kampanye pemilihan

anggota legislatif, pada tahun 2004.

Selanjutnya apa yang dimaksud dengan fasilitas jabatan, fasilitas

pemerintahan dan fasilitas umum ? Pasal 75 ayat (2) huruf a UU No.12 tahun 2003

menyebutkan bahwa : Pejabat negara yang berasal dari partai politik yaitu,

Presiden/wakil

Bupati/Wali kota/Wakil Walikota.

Presiden/Menteri/Gubernur/Wakil

Gubernur/Bupati/wakil

Dalam kampanye harus memenuhi ketentuan tidak menggunakan fasilitas

yang terkait dengan jabatannya, fasilitas yang terkait dengan jabatannya adalah

semua bentuk kewenangan, barang, jasa dan fasilitas lainnya yang melekat pada

jabatan, dibiayai sebagian atau seluruhnya oleh APBN/APBD yang pemanfaatannya

berada dibawah wewenang dan tanggung jawab jabatannya dan untuk mendukung

kegiatan penyelenggaraan negara, pemerintah dan pembangunan.

E. Penutup

Kesimpulan

Identifikasi suatu konfigurasi politik demokratis atau otoriter, indikator-

indikator yang di pergunakan adalah peranan partai politik dan Lembaga Perwakilan

Rakyat, kebebasan pers dan peranan pemerintah. Sedangkan untuk mengidentifikasi

apakah suatu produk hukum responsif atau ortodoks, maka indikatornya-indikatornya

yang dipergunakan adalah proses pembuatannya, sifat dan fungsinya dan

kemungkinan penafsirannya.

Undang-undang No.12 tahun 2003 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan

DPRD, Undang-undang No.23 tahun 2003 tentang Pemilu Presiden dan Wakil

Presiden, dan Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 2004 tentang kampanye oleh Pejabat

Negara berciri konfigurasi politik demokratis yang melahirkan karakter hukum yang

responsif.

Pemilu merupakan proses pengambilan keputusan oleh rakyat dalam

kehidupan ketatanegaraan sebagai sarana pengemban kedaulatan rakyat dalam rangka

pembentukan lembaga-lembaga perwakilan, disamping Pemilu memiliki fungsi

rekrutmen pemimpin dan legitimasi pelaksanaan kekuasaan.

Pemilu Presiden dan Wakil Presiden merupakan suatu proses politik bagi

bangsa Indonesia menuju kehidupan politik yang lebih demokratis dan bertanggung

jawab, untuk menjamin pelaksanaan pemilu Presiden dan wakil Presiden yang

berkualitas, memenuhi derajat kompetisi yang sehat, partisipasi dan dapat

dipertanggung jawabkan.

Memilih Presiden dan wakil Presiden secara langsung tanpa paksaan dari

pihak manapun, akan memberikan label demokrasi terhadap Indonesia, sedangkan

kampanye Pemilu yang dilakukan oleh pejabat negara akan tergambarkan bahwa

pejabat negara harus memenuhi persyaratan tertentu jika ingin melakukan kampanye

pemilu. Kondisi tersebut juga akan melahirkan stigma positif bagi Indonesia.

Faktor internal terpenting yang mempengaruhi pelaksanaan langsung oleh

rakyat adalah sejalan dengan era reformasi yang mengedepankan kebebasan,

keterbukaan dan demokratisasi menuju kedaulatan rakyat yang sesungguhnya,

mengganti ketentuan lama yang dinilai kurang demokratis maupun dikatakan cacat

hukum dengan ketentuan yang baru yang menjadi payung hukum pelaksanaan

pemilu.tahun 2004.

Faktor eksternal terpenting yang mempengaruhi proses pemilihan Presiden

dan Wakil Presiden secara langsung adalah, menarik simpati dunia internasional,

melakukan harmonisasi hukum di Indonesia, merespon kebutuhan masyarakat

Permasalahan seputar Undang-undang No.23 tahun 2003 tentang Pemilu

Presiden dan Wakil Presiden lebih besar pada aspek pelanggaran dalam rangkaian

Pemilu, kurang sosialisasi atau memang ketaatan masyarakat pada undang-undang

masih rendah.

Daftar Pustaka

Arianto, Satya. Kumpulan Materi Kuliah Politik Hukum. Jakarta. Universitas

Indonesia. 2002..

Muhammad, Asrun dan Nurtjahjo, Hendra. 70 tahun Prof.Dr.Harun Alrasid. Jakarta.

Fakultas Hukum UI. 2000.

Himahanto, Juwana. Politik Hukum Undang-undang Bidang Ekonomi di Indonesia.

Makalah.2004.

Lembaga

Informasi

Jakarta :LIN.2004.

Nasional.

Pemilihan

Presiden

dan

wakil

Presiden.

RI. Undang-undang Dasar 1945 Amandemen.

RI. Undang-undang No.12 tahun 2003 tentang PEMILU Anggota DPR,DPD dan

DPRD.

RI.

Undang-undang No. 23 tahun 2003 tentang PEMILU Presiden dan Wakil

Presiden.

Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 2004 tentang Kampanye oleh Pejabat Negara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar