Entri Populer

Rabu, 05 Agustus 2009

DK-PBB Menindak Perkosaan semasa Perang

Perkosaan sebagai senjata perang, ratusan ribu perempuan di wilayah konflik sudah menjadi korbannya. Masyarakat internasional bertanggungjawab untuk menindaknya, demikian dipastikan oleh Dewan Keamanan PBB. Dalam sebuah resolusi diserukan supaya pemerintah mengambil langkah perlindungan terhadap warga sipil dari kekerasan sexual. Sidang Dewan Keamanan di New York, khusus untuk agenda ini, dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Condoleezza Rice.

Pada tahun 2000 diterima resolusi yang mengecam kekerasan sexual sebagai senjata terhadap perempuan. Tetapi beberapa negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB, antara lain Rusia dan Cina, dengan veto menentang resolusi itu. Kedua negara menyatakan tetap tidak membenarkan perkosaan sebagai taktik perang, tetapi bagi keduanya perkosaan bukanlah ancaman terhadap perdamaian dan keamanan internasional. Dewan Keamanan PBB memang berwenang menilai hal-hal tertentu yang bisa dianggap mengancam perdamaian dunia.

Ibarat penyakit menular
Tetapi menurut Menteri Luar Negeri Amerika Condoleezza Rice kekerasan sex terhadap perempuan di masa perang benar-benar merongrong negara atau wilayah yang harus ditindak oleh masyarakat internasional. Banyak negara lain juga mengirim wakil-wakil perempuan ke sidang ini, untuk menekankan penolakan mereka terhadap praktek keji ini.

Menurut Condoleezza Rice kekejian perang ini sudah merupakan semacam penyakit menular di wilayah konflik. Sering lebih berbahaya berada di daerah konflik sebagai perempuan katimbang sebagai tentara. Demikian Jenderal Patrick Cammaert, jenderal Belanda yang pernah memegang komando missi PBB di Kongo.

Negeri Belanda dalam sidang Dewan Keamanan PBB di New York diwakili oleh Piet de Klerk, wakil dubes Belanda untuk PBB. Sebagai negara tuan rumah Mahkamah Pidana Internasional, Belanda merasa sangat terlibat dalam masalah ini. Dalam sidang, Piet de Klerk menekankan bahwa pentingnya menindak iklim di mana orang-orang merasa diri di atas hukum.

Piet de Klerk: "Kejahatan seperti ini harus dihukum. Pertama-tama pada tingkat nasional. Dan kalau itu berkenaan dengan perkosaan yang melampaui batas negara, maka Mahkamah Pidana internasional juga bisa berperan".

Pasukan PBB juga pelaku
Pembicara lain dalam sidang Dewan Keamanan itu mengangkat contoh keji tidak terhitungnya jumlah perempuan korban kejahatan perang. Sering mereka juga dimutilasi para pemerkosa sebagai bentuk intimidasi terhadap penduduk lain yang mengincar si pelaku itu.

Juga dibahas kenyataan ironis bahwa ternyata pasukan PBB bersalah juga menjadi pelaku kekerasan sexual di wilayah-wilayah konflik. Sikap jenderal Cammaert jelas, demikian wakil Belanda Piet de Klerk:

"Cammaert menunjuk bahwa para komandan mereka juga harus bertanggungjawab. Mereka tidak hanya berwenang memulangkan para penjaga perdamaian, namun mereka dapat juga ditangkap. Hal itu tentu tidak enak bagi negara-negara yang mengirim pasukan, namun jika PBB bertindak tegas, maka dalam praktek juga harus diambil tindakan. Dan kesadaran itu kini makin jelas".

Taktik perang
Pentingnya resolusi yang kini diloloskan tersebut adalah bahwa negara-negara seperti Cina dan Rusia kini mengakui kekerasan sexual sebagai taktik perang dan itu adalah masalah keamanan internasional. Dalam resolusi itu juga diserukan agar lebih banyak perempuan dilibatkan dalam misi perdamaian, sebagai anggota militer maupun personel polisi dan sebagai utusan khusus PBB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar